Grand Prix Singapura dikenal sebagai salah satu balapan paling menantang di kalender Formula 1, terutama karena suhu dan kelembapan yang ekstrem. Pada akhir pekan ini, suhu diperkirakan mencapai lebih dari 31°C, ditambah dengan tingkat kelembapan yang bisa mencapai 90%, menjadikan balapan ini sebagai ujian besar bagi pembalap dan tim dalam hal manajemen suhu tubuh.
Rekayasa suhu dalam balapan ini sangat krusial. Mesin mobil, khususnya mesin enam silinder 1.6 liter yang mampu menghasilkan sekitar 1000 tenaga kuda, memancarkan panas berlebih. Menurut Red Bull Racing, suhu dalam kokpit bisa mencapai hingga 60°C akibat radiasi panas dari mesin dan faktor lain seperti penerapan perlindungan panas dan suhu luar yang panas.
Faktor lain yang memperparah kondisi adalah penggunaan pakaian balap berlapis antipeluru, helm, serta perlengkapan pelindung yang harus dipakai pembalap. Dengan suhu luar yang tinggi dan tingkat kelembapan tinggi, pembalap harus berjuang melawan panas yang berpotensi menjadi ancaman serius bagi keselamatan dan performa mereka.
Strategi Menghadapi Panas Sebelum Balapan
Daripada menunggu suhu meningkat saat balapan berlangsung, para pembalap memulai persiapan dari jauh hari. Mereka menjalani latihan secara konsisten untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan tubuh, serta melakukan latihan khusus di lingkungan yang panas hampir mendekati kondisi balapan. Latihan ini termasuk penggunaan sauna dan ruang panas yang dikontrol, agar tubuh terbiasa dengan suhu tinggi.
Selain itu, mereka mengonsumsi minuman khusus yang mengandung elektrolit dan bahan lain untuk menjaga kecukupan cairan tubuh saat menjalani 62 lap di sirkuit futuristik ini. Proses hidrasi penting dilakukan secara ketat untuk menghindari dehidrasi selama balapan berlangsung.
Baca juga: McLaren Makin Dekat Gelar Kedua, Red Bull Semakin Perkasa
Performa Max Verstappen dan Strategi Pemulihan
Dalam kondisi ekstrem ini, Max Verstappen dari Red Bull Racing memutuskan untuk tidak memakai vest pendingin yang biasanya digunakan untuk menurunkan suhu tubuh. Verstappen menyatakan, "Tidak, saya tidak akan memakainya. Saya tidak terlalu terganggu oleh panas, dan suhu udara sudah cukup hangat. Berkeringat sedikit tidak masalah bagi saya, dan setelah 15 sampai 20 menit, vest itu menjadi sangat panas sehingga tidak membantu sama sekali."
Max Verstappen, Red Bull Racing
Sementara itu, pembalap lain seperti Carlos Sainz dari Williams memanfaatkan bath dengan es untuk menurunkan suhu tubuhnya. Sainz mengungkapkan, "Kami mulai melakukan bath es sekitar delapan hingga 10 tahun lalu. Sekarang hampir semua orang melakukan, karena setelah membaca beberapa buku dan mendengarkan podcast tentang performa tubuh dan fisiologi, kita tahu itu sangat berpengaruh."
Selain itu, sistem hidrasi di dalam mobil juga penting. Pembalap bisa mengakses cairan melalui tabung yang terhubung ke helm dan dikeluarkan saat menekan tombol di setir. Meskipun terasa tidak nyaman dan bisa menjadi panas, metode ini menjadi pertahanan penting dari dehidrasi dalam kondisi ekstrem.
Baca juga: Williams Disqualifikasi di Kualifikasi GP Singapura, Dua Mobil Berlaga di Belakang Grid
Peran Aerodinamika dan Strategi Setelah Balapan
Pengelolaan udara dan pendinginan tetap krusial, mulai dari ventilasi di helm, saluran udara di dalam kokpit, hingga deflektor yang membantu mengeluarkan panas dan mengurangi hambatan udara. Setelah balapan, pembalap yang kelelahan langsung menjalani perawatan seperti memanfaatkan syal es dan bath dingin untuk menurunkan suhu tubuh dan membantu proses pemulihan.
Contohnya, Valtteri Bottas di tahun 2017 mengalami kesulitan karena sistem minumnya gagal selama balapan, yang membuat penglihatan dan kondisi fisiknya menurun. Ia mengungkapkan bahwa "Hanya di akhir balapan saya bisa merasa penglihatan saya tidak terlalu jelas. Tapi, manusia mampu melakukan hal luar biasa selama tidak menyerah."
Singapura menjadi bukti bahwa persiapan matang dan strategi tepat sangat diperlukan untuk meraih hasil optimal di iklim yang panas dan lembab ini.
George Russell, Mercedes