Ligue 1 Review | Lyon flying high after summer turmoil

Lyon Puncaki Klasemen Liga 1 Setelah Menang 1-0

7 jam lalu | Arka Putra | Olahraga | Sepak Bola | Ligue 1

Lyon memuncaki klasemen Liga 1 setelah menang 1-0 melawan Lille. Mereka mengawali musim dengan enam kemenangan dari tujuh pertandingan. Skelet bermain solid, termasuk kemenangan 3-0 dan kekalahan 3-1. Situasi mereka membaik setelah chaos musim panas, dengan manajemen baru dan pembatasan anggaran. Lyon mampu memaksimalkan pemain muda dan perekrutan cerdas. Pelatih Paulo Fonseca memanfaatkan kekuatan skuad dan formasi tak konvensional. Di pertandingan lain, PSG memimpin klasemen setelah mengalahkan Auxerre 2-0. Mereka akan menghadapi Barcelona di tengah cedera pemain. Monaco mengalami kekalahan dari Lorient dan cedera penting Lamine Camara, yang menambah masalah menjelang laga melawan City.

Setelah berbulan-bulan duduk di tribun seperti Kaisar Romawi, manajer Olympique Lyonnais, Paulo Fonseca, sepertinya enggan turun dari posisinya. Pelatih yang sedang menanti akhir masa larang bertanding selama sembilan bulan ini memiliki sudut pandang yang luar biasa untuk memantau anak asuhnya, dan selama periode tersebut Lyon meraih enam kemenangan dan enam clean sheets dari tujuh pertandingan pertama di semua kompetisi.

Meski masih berstatus sementara, Lyon tampil mengesankan dan akhir pekan lalu mereka menempati posisi puncak klasemen, sejajar poin dengan Paris Saint-Germain namun tertinggal selisih gol, setelah mengalahkan Lille OSC 1-0 dalam pertandingan tandang. Hasil ini memperkuat awal musim Lyon yang sangat positif, dengan lima dari tujuh pertandingan mereka berakhir dengan kemenangan 1-0, menjadi ciri khas Les Gones.

Satu-satunya hasil yang berbeda dari kemenangan 1-0 mereka adalah kemenangan 3-0 atas FC Metz yang berada di dasar klasemen dan kekalahan 3-1 dari Stade Rennais. Kekalahan dari Rennes terjadi setelah Tyler Morton yang baru bergabung dihukum pengusiran keras di menit ke-75. Dengan sepuluh pemain, Lyon akhirnya gagal mempertahankan keunggulan dan Rennes mencetak tiga gol, yang menjadi satu-satunya gol yang mereka kelola kebobolan sepanjang musim ini.

From Chaos to Blooming

Awal musim ini semakin mengesankan jika melihat situasi chaos yang melanda Lyon selama musim panas. Bisa dikatakan bahwa masa depan klub benar-benar di ujung tanduk. Presiden John Textor dan rencananya secara ekonomi sempat menempatkan Lyon di bawah tekanan DNCG, yang akhirnya menjatuhkan sanksi relegasi ke Ligue 2 pada Juni lalu.

Berhasil mengajukan banding, Lyon mampu menghindari keputusan yang berpotensi menghancurkan masa depan mereka. Di bawah kepemimpinan Michelle Kang, klub mampu meyakinkan komite banding akan “Manajemen yang Serius,” sehingga mereka hanya dikenai pembatasan anggaran gaji dan transfer, bukan relegasi yang jauh lebih berat.

Walaupun demikian, sanksi tersebut tetap memaksa Lyon menjalani musim panas yang ketat, dengan penjualan pemain atau pelepasan pemain berbakat, yang sebenarnya ingin mereka pertahankan. Beberapa pemain seperti Rayan Cherki, Nemanja Matić, Alexandre Lacazette, Lucas Perri, dan Georges Mikautadze semua melepas klub. Kekhawatiran pun muncul bahwa mereka tidak memiliki cukup dana untuk menggantikan kepergian tersebut. Hingga saat ini, kenyataannya adalah Lyon belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan itu.

Baca juga: Kartu Merah Dinihari, Rennes dan Lens Berlangsung Dramatis

Strategi Maximizing Sumber Daya

Lyon harus memaksimalkan sumber daya yang mereka miliki, baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan. Di bursa transfer, mereka menyasar pemain-pemain yang memiliki nilai tawar dan berani mengambil risiko. Misalnya, Martin Satriano yang dipinjam dari RC Lens, dan Federico Satriano dari Sparta Prague. Selain itu, mereka merekrut Pavel Šulc dari Viktoria Plzeň, Dominik Greif dari RCD Mallorca, dan Ruben Kluivert dari Casa Pia. Pada bulan September, mereka juga mendatangkan pemain muda Inggris, Tyler Morton dari Liverpool dengan biaya sekitar €10 juta, yang dianggap sebagai investasi paling aman.

Meski bukan selebritas dari era John Textor, pemain-pemain ini mampu bekerja dengan baik. Selain itu, pelatih Paulo Fonseca mampu memaksimalkan potensi skuad yang ada. Setelah kehilangan kreativitas dan ketajaman musim panas lalu, Fonseca beradaptasi secara pragmatis, fokus pada kelebihan yang masih mereka miliki. Midfield Lyon misalnya, diisi oleh pemain-pemain berbakat seperti Morton, Tanner Tessmann, Corentin Tolisso, dan Khalis Merah dari akademi.

Dalam pertandingan melawan lawan seimbang atau lebih baik, mereka menggunakan formasi 4-2-2-2 tanpa striker, dengan Morton, Tolisso, dan Tessmann mengatur permainan. Saat menghadapi tim yang dianggap lebih bisa dikendalikan, Satriano diberi peluang sebagai ujung tombak pada formasi 4-2-3-1. Keputusan ini memang menimbulkan pertanyaan tentang keberlangsungan strategi ini, namun sejauh ini hasilnya memuaskan. Lyon tampil menarik saat menguasai bola, tangguh saat bertahan, dan cukup klinis untuk menutup pertandingan.

Baca juga: Laga Seru Tanpa Gol, Lens dan Rennes Bersaing Ketat

Subplot Liga 1 Pekan Ini

Pola yang mulai dikenali penggemar Manchester United kini muncul di OGC Nice, di mana setiap kali pemilik klub melakukan intervensi, performa tim menurun. Setelah musim yang mengesankan tahun lalu, ketika INEOS gagal mengelola klub, situasi kembali memburuk dengan hasil buruk dan susunan pemain yang kurang tepat. Berita lengkapnya bisa dibaca di sini.

Presiden Jim Ratcliffe kembali ke Nice, dan mereka sedang mengalami masa sulit lagi.

Paris Saint-Germain memuncaki klasemen pada Sabtu malam setelah mengalahkan AJ Auxerre 2-0 di Parc des Princes. Malam yang semula penuh perayaan karena Ousmane Dembélé meraih Ballon d'Or, sedikit ternodai oleh cedera pemain lain yang terus bertambah. Pertandingan penting melawan Barcelona pun tinggal menunggu. Info lengkap bisa dibaca di sini.

PSG mengalami beberapa peningkatan cedera menjelang pertemuan dengan Barcelona.

AS Monaco sebenarnya memiliki peluang naik ke posisi puncak usai kemenangan atas lawan yang sedang berjuang, FC Lorient, namun mereka justru kalah 3-1. Thilo Kehrer mendapat kartu merah keras, dan kekhawatiran terbesar adalah cedera Lamine Camara sebelum pertandingan. Mereka kini tanpa pemain tengah yang fit, yang cukup berisiko menjelang pertandingan melawan Manchester City yang akan datang. Informasi lengkap di sini.

Selain itu, Lamine Camara mengalami cedera pergelangan ankle dan akan menepi dalam waktu dekat, seperti yang diungkapkan oleh pelatih Adi Hutter. Keputusan ini menjadi pukulan tambahan bagi skuat Monaco menjelang pertandingan penting melawan Manchester City.

Tags: Transfer Strategi Tim Ligue 1 PSG AS Monaco Lyon

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan