Old and new files stacked in a room at the Allahabad high court

Krisis Parihak Pengadilan Tinggi Allahabad Makin Parah

22 jam lalu | Fitri Handayani | Berita | Berita Internasional

Pengadilan Tinggi Allahabad menghadapi backlog kasus besar, menyebabkan penundaan panjang dalam penyelesaian. Kurangnya hakim dan infrastruktur buruk memperburuk krisis. Ratusan kasus per hakim per hari membuat hampir setengah dari mereka tidak terselesaikan. Upaya peningkatan jumlah hakim dan pembentukan pengadilan tambahan terus dilakukan. Yet, reformis mendesak solusi lebih cepat untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh.

Pengadilan Tinggi Allahabad, salah satu pengadilan tertua dan paling bergengsi di India, kembali menjadi pusat perhatian. Dulu, tempat ini pernah diisi tokoh-tokoh besar seperti Perdana Menteri pertama India, Jawaharlal Nehru, hingga hakim Mahkamah Agung di masa mendatang. Sekarang, pengadilan ini menghadapi tantangan besar akibat jumlah kasus menumpuk.

Dengan lebih dari satu juta kasus yang masih tertunda, pengadilan ini merupakan salah satu yang paling kelebihan beban di negara itu. Kasus-kasus yang menunggu penyelesaian mulai dari proses pidana, sengketa properti, hingga masalah keluarga telah berlangsung selama puluhan tahun. Kondisi ini menyebabkan ribuan masyarakat di negara bagian Uttar Pradesh, tempat pengadilan ini berlokasi, terjerat dalam ketidakpastian hukum.

Jumlah Kasus yang Menumpuk dan Kekurangan Tenaga Hukum

Salah satu contoh yang mencerminkan kondisi ini adalah Babu Ram Rajput, pria berusia 73 tahun, pensiunan pegawai negeri yang telah memproses sengketa properti selama lebih dari tiga dekade. Ia membeli tanah melalui lelang pada tahun 1992, namun pemilik sebelumnya menantang penjualan tersebut, dan hingga saat ini kasusnya masih belum terselesaikan.

"Saya hanya berharap kasus saya dapat diputuskan sebelum saya meninggal," katanya.

Kondisi pengadilan ini mencerminkan krisis yang lebih luas dalam sistem peradilan India. Kurangnya jumlah hakim dan arus kasus yang terus meningkat menyebabkan penundaan yang parah. Saat ini, pengadilan ini memiliki 160 hakim yang ditetapkan secara resmi, tetapi menurut para ahli, angka ini belum pernah benar-benar terpenuhi. Infrastruktur yang kurang memadai, investigasi polisi yang terlambat, dan seringnya sidang ulang juga memperparah beban pengadilan, membuat sistem ini menjadi sangat terbebani.

Baca juga: Namibia Kirim Puluhan Tentara dan Helikopter Lawan Kebakaran Besar

Beban Kerja Hakim dan Penundaan Berlarut

Setiap hakim menghadapi ratusan kasus setiap hari, bahkan bisa mencapai lebih dari 1.000. Dengan waktu kerja sekitar lima jam, setiap kasus hanya mendapatkan waktu kurang dari satu menit. Akibatnya, banyak kasus yang bahkan tidak pernah diputuskan. Saat ini, lebih dari satu juta kasus tertunda di Pengadilan Tinggi Allahabad, menunjukkan skala masalah yang sangat besar.

Pengacara menyatakan bahwa kasus mendesak, seperti permohonan jaminan atau penangguhan pengosongan, biasanya didahulukan. Hal ini memperpanjang penundaan untuk kasus-kasus lama yang harus menunggu lebih lama untuk diproses. Pengacara senior, Syed Farman Naqvi, menyebutkan bahwa pengadilan sering kali mengeluarkan perintah sementara untuk kasus mendesak, tetapi ketika kebutuhan mendesak itu terpenuhi, kasus semakin menumpuk dan belum juga selesai.

Selain itu, mantan hakim Amar Saran menegaskan bahwa tingginya jumlah kasus menimbulkan pendekatan 'memotong rumput' — yaitu hakim mengeluarkan keputusan singkat dan standar, sambil mengarahkan pihak pemerintah dan pengadilan tingkat bawah untuk menangani kasus tersebut.

A general view of the Allahabad high court building in Allahabad on October 12, 2017The Allahabad High Court is one of the oldest courts in India [AFP via Getty Images]

Baca juga: IDF Gagal Berhenti di Gaza, Operasi Militer Terus Berlangsung

Upaya Mengatasi Backlog dan Tantangan Lain

Pada bulan April, pengadilan harus menanggapi kasus penyerangan dan pembunuhan yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Ketika putusan dijatuhkan, empat dari lima terdakwa yang dihukum telah meninggal dunia. Satu-satunya terdakwa hidup diperintahkan untuk menyerahkan diri, namun pengadilan menyatakan menyesal karena baru memutuskan kasus tersebut setelah bertahun-tahun penantian.

Masalah backlog ini bahkan memicu langkah hukum. Pada awal tahun, sekelompok pengacara di Pengadilan Tinggi Allahabad mengajukan petisi untuk penunjukkan hakim baru, menyebut pengadilan ini 'paralisis' akibat kekurangan hakim sehingga kasus membutuhkan waktu bertahun-tahun agar diselesaikan.

Krisis ini menarik perhatian Mahkamah Agung India. Pada Januari, mahkamah tertinggi tersebut menyatakan situasi di pengadilan ini 'mengkhawatirkan' dan menganggap sistem pengolahan kasus sudah benar-benar kolaps. Ketidakpastian jadwal sidang menyulitkan masyarakat, terutama di Uttar Pradesh yang luas. Banyak dari mereka harus menempuh ratusan kilometer ke Prayagraj, lokasi pengadilan, hanya untuk mendapatkan sidang di hari tertentu.

Salah satu contoh, Babu Ram Rajput berasal dari Kanpur, 200 km dari Prayagraj. Ia harus menghabiskan empat jam perjalanan setiap kali kasusnya dijadwalkan, tetapi tidak pernah yakin apakah kasusnya akan diproses. "Saya berumur lebih dari 70 tahun," katanya. "Saya sering baru tahu beberapa hari sebelum sidang bahwa kasus saya masuk jadwal, dan itu merepotkan." Ia menambahkan, sering kasusnya tidak diputuskan karena seluruh hari dipakai untuk perkara lain.

Para pengacara telah lama menyerukan agar pengadilan membuka badan pengadilan tambahan di wilayah barat Uttar Pradesh guna mempercepat proses pengadilan dan meningkatkan akses masyarakat. Saat ini, ada satu badan pengadilan tambahan di Lucknow, namun usulan tersebut sudah ada sejak 1985 dan belum terealisasi. Pemerintah negara bagian pernah menyarankan pendirian badan pengadilan tambahan lain, tetapi kemudian ditarik kembali untuk alasan yang tidak diketahui. Menurut laporan Komisi Hukum tahun 2009, semua negara bagian di India akan mendapatkan manfaat dari penambahan cabang pengadilan tinggi.

Seiring waktu, solusi jangka panjang seperti penunjukkan lebih banyak hakim juga dianggap penting. Proses ini sendiri sangat kompleks dan lambat. Hakim senior memilih kandidat, lalu daftar tersebut diperiksa oleh pemerintah negara bagian dan pusat, kemudian diserahkan ke Mahkamah Agung India untuk persetujuan dan penunjukan akhir. Proses ini sering terhambat oleh tantangan tertentu, seperti ketidaktahuan hakim terhadap pengacara lokal, serta nama-nama kandidat yang bisa saja ditolak di setiap tahap dan dirahasiakan hingga diserahkan ke pemerintah pusat.

Tahun lalu, Mahkamah Agung merekomendasikan satu saja penunjukan hakim baru di pengadilan tinggi ini. Meskipun hampir setengah dari posisi kosong, sejumlah langkah telah diambil bulan ini, termasuk penunjukan 15 hakim baru. Namun, hampir setengah dari posisi masih kosong akibat pensiun dan mutasi. Pada awal bulan ini, 26 nama lagi dikirim ke pemerintah, yang diharapkan bisa membantu mengurangi penumpukan kasus, tetapi dampaknya masih diragukan.

Para pakar menyatakan bahwa backlog ini sudah sangat besar. Bahkan jika pengadilan beroperasi penuh, setiap hakim akan menangani lebih dari 7.000 kasus yang tertunda. Upaya penambahan hakim baru cukup membantu, tetapi masalah utama tetap ada. Menteri Kehakiman, Govind Mathur, menegaskan bahwa reformasi mendalam seperti penerapan 'kebijakan seragam untuk mendengar dan menyelesaikan kasus' harus segera dilakukan, daripada membebankan tugas ini kepada setiap hakim secara individual.

A man binds case files outside the Allahabad high court A man preparing court files outside the Allahabad High Court [Umang Poddar/BBC]

Tags: India pengadilan hakim Krisis Peradilan Uttar Pradesh

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan