Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo menegaskan perlunya transparansi dalam proses uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ia menanggapi konflik antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Kesehatan yang tengah diproses di MK. Dalam sidang yang digelar di ruang sidang MK, Selasa, Suhartoyo menyampaikan bahwa semua pihak harus terbuka dalam menyampaikan fakta terkait perubahan standar profesi kedokteran pasca diberlakukannya UU Kesehatan.
Suhartoyo membuka sidang dengan mengajukan pertanyaan kepada tiga organisasi profesi dan akademik terkait, yaitu Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia, serta Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. Ia menyoal keabsahan independensi kolegium dan konsil yang dianggap berubah karena keterlibatan langsung dengan eksekutif.
"Apakah ini sudah justifikasi atau hanya dugaan bahwa kolegium dan konsil ini sekarang sudah tidak independen karena bagian dari eksekutif (Kementerian Kesehatan) tadi?" tanya Suhartoyo. Ia meminta penjelasan empiris agar majelis hakim memperoleh gambaran yang jelas mengenai konflik ini.
Suhartoyo menegaskan, agar tidak ada pihak yang menyembunyikan fakta, semua informasi harus diungkap secara jujur dan lengkap. "Karena kalau ada pihak-pihak yang menutupi persoalan ini, kemudian kesalahan bukan pada Majelis Hakim, tapi ada pada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu," tegasnya. Ia menambahkan, ketidaktransparanan dalam pengungkapan fakta dapat menghambat pemahaman hakim terhadap substansi UU Kesehatan, terutama dalam hal implementasi.
Pergantian pandangan ini direspons oleh Ketua Umum Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), Suryono. Ia menjelaskan bahwa sebelum UU Kesehatan berlaku, disiplin profesi berada di bawah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang merupakan bagian independen dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Saat itu, KKI berada langsung di bawah Presiden dan memiliki komposisi tokoh masyarakat, ahli hukum, dan profesional lainnya, berbeda dengan sistem saat ini yang berada di bawah Kementerian Kesehatan.
Suryono menilai, bahwa saat ini disiplin profesi tidak lagi independen karena terpengaruh oleh intervensi Kementerian Kesehatan. Ia juga menyoroti proses pemilihan anggota konsil yang dianggap tidak berlangsung secara demokratis sejak lembaga tersebut berada di bawah Kemenkes. Ia menegaskan, bahwa pengaruh tersebut merusak kebebasan organisasi profesi dan mengurangi kepercayaan terhadap proses pengambilan keputusan.
Baca juga: Pelantikan Kepala Badan Komunikasi Pemerintah, Beralih dari PCO
Perkara Uji Materi dan Konflik Profesi di Mahkamah Konstitusi
Sebagai informasi, saat ini terdapat tiga perkara uji materi yang sedang berlangsung di MK, yakni perkara 156/PUU-XXII/2024, perkara 111/PUU-XXII/2024, dan perkara 182/PUU-XXII/2024. Ketiga perkara ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang dinilai mengurangi independensi kolegium serta konflik antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Kesehatan mengenai organisasi tunggal profesi dokter.
Sidang terkait ketiga perkara ini telah berlangsung delapan kali, lebih panjang dari biasanya, karena pihak-pihak seperti pemerintah dan DPR telah diminta keterangan. Para saksi dan ahli dari pembentuk undang-undang serta pemohon dihadirkan untuk memberikan keterangan. Sidang pendalaman ini melibatkan berbagai organisasi profesi dan akademik yang terkait, termasuk Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia, dan Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi.
Melalui proses ini, MK berharap memperoleh gambaran lengkap terkait status, pengaruh, dan independensi lembaga dan organisasi profesi yang sedang dipertimbangkan.
Tags: Kesehatan Indonesia Sidang MK UU Kesehatan Profesi Kedokteran Konflik Organisasi