Mahkamah Konstitusi menegaskan perlunya pemisahan pengelolaan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti) dengan Kementerian Kesehatan. Permintaan ini disampaikan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo saat sidang yang berlangsung di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Suhartoyo menyampaikan, "Kami mohon nanti dari Presiden (pemerintah) tidak menggabungkan kuasanya dari Dikti dan Kementerian Kesehatan." Ia juga menambahkan, MK akan meminta keterwakilan dari Kemendikti sebagai pihak yang tidak memihak pemerintah dalam proses ini. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang membuka dua jalur penyelenggaraan PPDS, yaitu dari basis universitas dan dari basis rumah sakit yang dikelola Kemenkes.
Baca juga: Bibit Waluyo Terima Penghargaan Kehormatan dari Presiden Prabowo
Permintaan Pemisahan dan Kebijakan Pemerintah Terkait PPDS
Dalam sidang tersebut, Suhartoyo menyatakan bahwa pemisahan dilakukan agar tidak terjadi konflik kepentingan. "Kami akan bersurat kepada Dikti untuk menjadi pihak terkait, karena secara ex officio keterangannya diperlukan oleh MK secara terpisah dari keterangan pemerintah atau Presiden," ujarnya. Keputusan ini diambil setelah kedua pemohon—seorang mahasiswa kedokteran dan tiga dosen kedokteran yang merupakan spesialis bedah dan anestesi—mengajukan uji materi UU Kesehatan.
Para pemohon menilai, adanya dua jalur PPDS menimbulkan diskriminasi di antara mahasiswa, terutama terkait biaya dan kebijakan yang berbeda. Mereka menyampaikan, "Yakni berkaitan dengan pemberian biaya gratis untuk mahasiswa hospital based, akan tetapi pada university based masih dibebani biaya pendidikan yang tinggi. Oleh karenanya, menjadi tidak adil dan menimbulkan kecemburuan apabila pemohon I dan pemohon II akan mengambil program spesialis/subspesialis nantinya di university based."
Menurut mereka, sistem ini menyebabkan ketidaksetaraan yang harus diatur ulang. Pada akhirnya, para pemohon meminta agar seluruh penyelenggaraan PPDS harus di bawah kendali sistem pendidikan tinggi yang dikelola universitas, sementara rumah sakit hanya berperan sebagai mitra pelaksana klinis dan bukan pengelola utama.
Baca juga: Menteri Pertahanan Dipanggil Mendadak ke Istana oleh Prabowo
Perkembangan Kebijakan PPDS dan Peran Rumah Sakit
Penyelenggaraan PPDS berbasis rumah sakit baru diluncurkan setelah terbitnya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Tujuan utama dari program ini adalah mempercepat ketersediaan dokter spesialis di Indonesia yang saat ini masih kekurangan puluhan ribu dokter.
Ministry of Health menyatakan bahwa peluncuran program ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan penyelenggaraan PPDS berbasis universitas, yang hanya terdiri dari 24 fakultas kedokteran. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa pelaksanaan PPDS hospital based mampu mempercepat produksi dokter spesialis serta melibatkan 420 rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia, tidak hanya dari 24 fakultas tersebut.
Pemilihan model berbasis rumah sakit ini diharapkan mampu memperluas akses dan meningkatkan jumlah dokter spesialis secara signifikan, mengingat kebutuhan mendesak akan tenaga medis di berbagai daerah. Pembukaan program ini juga menandai perubahan besar dalam pengelolaan pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Tags: Kesehatan Kebijakan Pemerintah MK PPDS Pendidikan Kedokteran