Gedung Mahkamah Konstitusi. MK tegaskan larangan wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan melalui putusan yang dibacakan dalam sidang perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 pada Kamis (28/8/2025).

MK Minta Pemerintah Pisahkan Pengelolaan PPDS Uni dan Rumah Sakit

1 jam lalu | Reynaldo Putra | Berita | Berita Nasional

MK meminta pemerintah memisahkan pengelolaan PPDS universitas dan rumah sakit. Sidang berlangsung di Jakarta, Kamis (2/10/2025). MK juga mengundang Dikti sebagai pihak terkait. Keputusan ini terkait kebijakan membuka dua jalur PPDS dari universitas dan rumah sakit. Pemohon menilai sistem ini menimbulkan diskriminasi. Mereka menginginkan seluruh PPDS dikelola oleh sistem pendidikan tinggi universitas. Rumah sakit hanya sebagai mitra klinis, bukan pengelola utama. Pemerintah membuka model PPDS berbasis rumah sakit setelah UU Kesehatan, Nomor 17 Tahun 2023, disahkan. Tujuannya mempercepat jumlah dokter spesialis di Indonesia. Kebijakan ini melibatkan 420 rumah sakit pendidikan, bukan hanya 24 fakultas kedokteran. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, program ini mampu produksi dokter lebih cepat dan menjangkau wilayah kurang layanan. MK menunda sidang hingga 16 Oktober 2025 untuk mendengarkan keterangan dari Presiden serta Dikti sebagai pihak terkait. Uji materi UU Kesehatan ini diajukan oleh mahasiswa dan dosen kedokteran yang menilai adanya konflik kepentingan dalam pemberian beasiswa PPDS dari dua jalur berbeda. Mereka menganggap bahwa kebijakan ini menimbulkan ketidaksetaraan biaya dan peluang bagi mahasiswa. MK diminta memastikan PPDS berbasis universitas sebagai utama, sementara rumah sakit hanya sebagai pelaksana klinis.

Mahkamah Konstitusi menegaskan perlunya pemisahan pengelolaan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti) dengan Kementerian Kesehatan. Permintaan ini disampaikan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo saat sidang yang berlangsung di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Suhartoyo menyampaikan, "Kami mohon nanti dari Presiden (pemerintah) tidak menggabungkan kuasanya dari Dikti dan Kementerian Kesehatan." Ia juga menambahkan, MK akan meminta keterwakilan dari Kemendikti sebagai pihak yang tidak memihak pemerintah dalam proses ini. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang membuka dua jalur penyelenggaraan PPDS, yaitu dari basis universitas dan dari basis rumah sakit yang dikelola Kemenkes.

Baca juga: Bibit Waluyo Terima Penghargaan Kehormatan dari Presiden Prabowo

Permintaan Pemisahan dan Kebijakan Pemerintah Terkait PPDS

Dalam sidang tersebut, Suhartoyo menyatakan bahwa pemisahan dilakukan agar tidak terjadi konflik kepentingan. "Kami akan bersurat kepada Dikti untuk menjadi pihak terkait, karena secara ex officio keterangannya diperlukan oleh MK secara terpisah dari keterangan pemerintah atau Presiden," ujarnya. Keputusan ini diambil setelah kedua pemohon—seorang mahasiswa kedokteran dan tiga dosen kedokteran yang merupakan spesialis bedah dan anestesi—mengajukan uji materi UU Kesehatan.

Para pemohon menilai, adanya dua jalur PPDS menimbulkan diskriminasi di antara mahasiswa, terutama terkait biaya dan kebijakan yang berbeda. Mereka menyampaikan, "Yakni berkaitan dengan pemberian biaya gratis untuk mahasiswa hospital based, akan tetapi pada university based masih dibebani biaya pendidikan yang tinggi. Oleh karenanya, menjadi tidak adil dan menimbulkan kecemburuan apabila pemohon I dan pemohon II akan mengambil program spesialis/subspesialis nantinya di university based."

Menurut mereka, sistem ini menyebabkan ketidaksetaraan yang harus diatur ulang. Pada akhirnya, para pemohon meminta agar seluruh penyelenggaraan PPDS harus di bawah kendali sistem pendidikan tinggi yang dikelola universitas, sementara rumah sakit hanya berperan sebagai mitra pelaksana klinis dan bukan pengelola utama.

Baca juga: Menteri Pertahanan Dipanggil Mendadak ke Istana oleh Prabowo

Perkembangan Kebijakan PPDS dan Peran Rumah Sakit

Penyelenggaraan PPDS berbasis rumah sakit baru diluncurkan setelah terbitnya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Tujuan utama dari program ini adalah mempercepat ketersediaan dokter spesialis di Indonesia yang saat ini masih kekurangan puluhan ribu dokter.

Ministry of Health menyatakan bahwa peluncuran program ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan penyelenggaraan PPDS berbasis universitas, yang hanya terdiri dari 24 fakultas kedokteran. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa pelaksanaan PPDS hospital based mampu mempercepat produksi dokter spesialis serta melibatkan 420 rumah sakit pendidikan di seluruh Indonesia, tidak hanya dari 24 fakultas tersebut.

Pemilihan model berbasis rumah sakit ini diharapkan mampu memperluas akses dan meningkatkan jumlah dokter spesialis secara signifikan, mengingat kebutuhan mendesak akan tenaga medis di berbagai daerah. Pembukaan program ini juga menandai perubahan besar dalam pengelolaan pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

Tags: Kesehatan Kebijakan Pemerintah MK PPDS Pendidikan Kedokteran

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan