Paris Saint-Germain (PSG) akan bertandang ke Estadi Olímpic Lluís Companys untuk menghadapi FC Barcelona malam ini dalam fase grup Liga Champions. Ini akan menjadi pertemuan ke-16 antara kedua tim yang telah memiliki sejarah panjang dan penuh ketegangan selama lebih dari satu dekade.
Berbeda dengan pertandingan-pertandingan sebelumnya, kali ini suasana lebih adem, karena pertandingan ini tidak terlalu berisiko untuk kedua pihak. Yang dipertaruhkan bukanlah kemenangan mutlak, melainkan harga diri yang besar dalam dunia sepak bola, yang seringkali sama pentingnya dengan hasil di atas lapangan. Seperti penjelasan Jules Koundé, pemain belakang Barcelona dan internasional Prancis, "Ada banyak sejarah dan hal yang terjadi di belakang layar."
La Remontada: Titik balik dalam rivalitas yang berkembang
Hubungan tidak bersahabat antara PSG dan Barcelona mulai tumbuh sejak PSG menjadi salah satu tim terkaya di Eropa setelah diakuisisi oleh QSI pada 2011. Konflik awal tercatat saat PSG bersaing dalam transfer pemain seperti Thiago Silva pada 2012 dan Marquinhos setahun kemudian, di mana PSG berhasil merebut kedua pemain tersebut. Di lapangan, mereka juga sering bertemu di Liga Champions, meskipun Barcelona kerap mendominasi.
Namun, titik balik yang mengubah dinamika rivalitas ini terjadi pada laga yang dikenal sebagai La Remontada. Pada tahun 2017, PSG dimalukan dengan kekalahan 6-1 dari Barcelona di Camp Nou, setelah sebelumnya unggul 4-0 di leg pertama. Barcelona yang dibimbing Lionel Messi, Neymar Jr., dan Luis Suárez mampu melakukan comeback luar biasa, menghapus defisit dan mengeliminasi PSG dari kompetisi dengan agregat 6-5.
Sejak malam itu, PSG bertekad untuk membalikkan keadaan dan mematahkan dominasi Barcelona. Pada musim transfer berikutnya, mereka membuat rekor transfer global untuk Neymar, menembus klausul rilis senilai €222 juta, mengalahkan Barcelona yang sempat mencoba menghalangi transfer ini secara hukum. Situasi ini semakin memperlihatkan ketegangan dan dendam dalam rivalitas dua klub besar ini.
Baca juga: Newcastle Berusaha Amankan Kemenangan Ketiga Beruntun
Persaingan Transfer: Kekalahan dan kemenangan
Kehilangan Neymar ke PSG menyakitkan bagi Barcelona, namun luka yang lebih dalam terjadi saat mereka gagal memperpanjang kontrak Lionel Messi pada 2021. Sang legenda Argentina, yang bergabung sejak muda dan menembus La Masia, akhirnya meninggalkan klub secara gratis dan langsung bergabung dengan PSG, yang memicu kemarahan besar di Catalunya.
Tidak berhenti di situ, ketegangan berlanjut saat PSG kembali mengincar pemain Barcelona. Pada 2023, PSG sukses merekrut Ousmane Dembélé dengan membayar klausul rilis sebesar €50 juta. Dembélé yang pernah didatangkan dengan biaya rekor €135 juta sebagai pengganti Neymar, sempat dianggap gagal di Barcelona karena sering cedera dan tampil inkonsisten. Meski begitu, di PSG ia justru meraih keberhasilan besar, termasuk memenangkan Liga Champions dan Ballon d’Or.
Baca juga: Inter Raih Dua Kemenangan Beruntun di Liga Champions
Pengaruh Barcelona dalam gaya permainan PSG
Keberhasilan PSG menjuarai Liga Champions menunjukkan adanya unsur gaya Barcelona yang tersisip dalam permainan mereka. Dari Dembélé di lapangan hingga Luis Enrique sebagai manajer, ada kemiripan dalam gaya bermain yang mengutamakan kolektivitas dan rotasi rumit di seluruh lapangan.
Seperti yang disampaikan Luis Enrique saat memimpin PSG dalam eliminasi Barcelona di perempat final 2023/24, "Tanpa ragu, itu saya. Ini bukan opini, lihat statistiknya; penguasaan bola, peluang, pressing, trofi... Mungkin orang lain punya pandangan berbeda, tapi itu pasti saya."
Koundé benar, hubungan antara PSG dan Barcelona penuh sejarah dan kehadiran pemain ikonik, pertandingan besar, hingga gaya permainan menjadi bagian dari cerita panjang mereka. Ketidakseimbangan dan ketegangan selalu mengintai, seolah Kedalaman perbedaan mereka menyulitkan kedekatan yang terlihat di permukaan.
Tags: Liga Champions transfer pemain PSG Barcelona Rivalitas Sepak Bola