Sejumlah 1.315 orang mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat. Temuan Badan Gizi Nasional menunjukkan adanya kadar nitrit dalam sisa makanan yang jauh melampaui batas aman.
Investigasi yang dilakukan oleh Tim Independen Gizi Nasional mengungkapkan bahwa kadar nitrit dalam sampel sisa makanan mencapai 3,91 dan 3,54 mg/L. Standar yang berlaku menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) adalah 1 mg/L, sehingga tingkat kandungan tersebut hampir empat kali lipat batas maksimum yang diizinkan.
Menurut Kepala Tim Investigasi, Karimah Muhammad, "Jadi kalau merujuk standar EPA (Badan Perlindungan Lingkungan AS), maka kadar nitrit dalam sampel sisa makanan di sekolah hampir 4 kali lipat dari batas maksimum."
Untuk membandingkan, otoritas kesehatan Kanada menetapkan batas maksimumnya sebesar 3 mg/L. Hasil tersebut diperoleh dari uji sampel sisa makanan dari tiga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) berbeda di wilayah tersebut.
Baca juga: 12 Tokoh Antikorupsi Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim
Proses Investigasi dan Temuan
Karimah menyebutkan, investigasi dilakukan dengan menemui para korban, serta tenaga medis di Puskesmas Cipongkor dan RSUD Cililin. Mereka juga mempelajari pola gejala utama yang dialami korban dan melakukan pengecekan terhadap obat-obatan yang diberikan di fasilitas kesehatan tersebut.
Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat juga melakukan uji mikrobiologi dan toksikologi terhadap sampel dari SPPG maupun sisa makanan di sekolah, hasilnya menunjukkan tidak adanya keberadaan bakteri berbahaya maupun racun sianida dan logam berat selain nitrit.
Baca juga: Keluarga Nadiem Makarim Minta Proses Hukum Transparan
Penggunaan Nitrit dan Potensi Bahaya Kesehatan
Nitrit merupakan senyawa kimia yang terdiri dari satu atom nitrogen dan dua atom oksigen, dengan rumus kimia NO?. Senyawa ini biasa digunakan sebagai bahan pengawet dalam produk daging olahan seperti sosis dan ham. Fungsinya untuk menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya serta memberikan warna merah muda pada daging olahan tersebut.
Selain digunakan dalam makanan, nitrit juga berperan dalam siklus nitrogen alami dan dapat memiliki efek toksik pada ikan. Pilihan penggunaannya di bidang kesehatan termasuk sebagai penawar keracunan sianida.
Namun demikian, kandungan nitrit yang berlebihan dapat berbahaya bagi manusia. Efeknya termasuk menyebabkan methemoglobinemia, kondisi kekurangan oksigen dalam darah, dan berpotensi membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Nitrosamin dapat meningkatkan risiko kanker lambung dan pankreas.
Karimah menjelaskan bahwa secara alami, beberapa buah dan sayuran memang mengandung nitrit. Kadar nitrit tersebut bisa meningkat akibat aktivitas bakteri yang mengubah nitrat menjadi nitrit atau sebaliknya.
Gejala keracunan nitrit yang umum terjadi meliputi mual, muntah, dan nyeri lambung, dengan persentase korban mencapai 36 persen. Sedangkan, keracunan nitrit juga bisa menimbulkan gejala pusing, kepala terasa ringan, serta lemas dan sesak napas, yang menunjukkan adanya methemoglobinemia.
Dalam penyelidikan, tim menemukan bahwa hanya sebagian kecil korban mengalami diare, yaitu sekitar 3 persen. Gejala lain yang umum adalah pusing, yang dialami oleh 29 persen korban, menandai adanya keracunan.
Menurut Karimah, keberadaan batuan keracunan nitrit tidak terbukti dengan adanya bakteri jahat maupun racun lain yang biasanya menyebabkan keracunan makanan, seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Bacillus cereus. Bahkan, tidak ditemukan racun sianida, arsen, logam berat, maupun pestisida kecuali nitrit yang terdeteksi melalui uji toksikologi.
Karimah menambahkan, "Nitrit atau zat lain dalam buah atau sayuran tidak selalu tersebar merata di seluruh makanan. Buktinya, saat makan satu buah jeruk, sebagian bisa manis, tapi ada yang asam atau kecut, karena kadar gula buah atau fruktosanya tidak menyebar secara merata."
Ia juga menyebutkan bahwa dampak berbeda dapat terjadi pada setiap individu tergantung kekuatan sistem imun dan kemampuan detoksifikasi tubuh masing-masing. Mereka yang memiliki sistem pertahanan tubuh kuat cenderung lebih cepat mengeluarkan nitrit dari tubuh setelah mengalami metabolisme.
Tags: Kesehatan Badan Gizi Nasional keracunan makanan investigasi Nitrit