Seorang mantan pejabat Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mengungkapkan bahwa jabat tangan dari pejabat tinggi atau direksi menjadi indikator bagi mereka untuk menyetujui pencairan kredit sebesar Rp 1 triliun kepada PT Petro Energy (PT PE).
Pengakuan ini disampaikan saat sidang kasus korupsi yang melibatkan direktur utama PT PE, Newin Nugroho, direktur keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta, dan presiden direktur sekaligus komisaris utama PT PE, Jimmy Masrin, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Baca juga: Elevasi Upaya Evakuasi Korban Runtuhan Ponpes Al Khoziny
Keterangan Ikonik di Awal Tahun 2015
Pradithya menjelaskan bahwa jabat tangan terjadi dalam sebuah pertemuan di awal 2015 di sebuah rumah makan di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Pertemuan tersebut diikuti oleh empat orang yang mewakili masing-masing pihak.
Dirinya hadir sebagai pendamping Dwi Wahyudi yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pelaksana I LPEI. Sementara, PT PE diwakili oleh Newin Nugroho dan Jimmy Masrin.
Salah satu jaksa bertanya, apakah ada obrolan yang menyampaikan bahwa LPEI akan membantu PT Petro Energy memperoleh pembiayaan sekitar Rp 1 triliun. Pradithya mengonfirmasi bahwa pernyataan tersebut diucapkan Dwi Wahyudi di hadapan kedua direktur PT PE.
Ketika ditanyakan tentang momen jabat tangan, Pradithya mengatakan, bahwa setelah pernyataan tersebut, Dwi dan Jimmy saling berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan awal.
Lebih jauh, jaksa menanya, apakah jabat tangan tersebut menjadi tanda bahwa proses analisis dan pertimbangan terhadap permohonan kredit sudah dimulai atau disetujui oleh tingkat pimpinan. Pradithya menjelaskan bahwa jabat tangan itu berfungsi sebagai sinyal bagi mereka untuk melanjutkan proses pengajuan kredit.
Sebelum jabat tangan dilakukan, telah dilalui beberapa tahapan, termasuk pemeriksaan dan verifikasi data serta proses nama clearance, yang menjadi dasar mereka untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.
Pradithya juga menyampaikan bahwa pengamatan gestur dan ekspresi para direksi selama pertemuan menjadi indikator penting. Gestur positif dianggap mempermudah proses pencairan kredit selanjutnya.
Setelah pertemuan, Pradithya memerintahkan Relationship Manager LPEI, Kemas Endi Ario Kusumo, untuk menyusun dokumen memorandum analisis pembiayaan (MAP). Berbagai proses administratif kemudian dilakukan dan pencairan kredit secara bertahap dimulai pada November 2015.
Baca juga: Puan Maharani Tekankan DPR Harus Respons Kritik Masyarakat
Keberlangsungan Kasus dan Dugaan Kerugian Negara
Para terdakwa diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga USD 22 juta dan Rp 600 miliar. Uang kredit tersebut, yang seharusnya digunakan untuk modal usaha ekspor, justru digunakan untuk membayar utang bank dan mengalir ke perusahaan milik Jimmy Masrin.
Selain terdakwa dari pihak swasta, KPK juga telah menetapkan dua pejabat LPEI sebagai tersangka, yaitu Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan. Kedua petinggi LPEI ini masih dalam pemeriksaan dan belum diproses ke pengadilan.