Jakarta - Irjen (Purn) Yehu Wangsajaya, mantan Analis Kebijakan Utama Bidang Jemen Ops Itwasum Polri, menyampaikan pandangannya tentang berbagai masalah yang dihadapi institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Menurutnya, peta jalan reformasi Polri sebenarnya telah disusun sejak tahun 2004. Namun, implementasinya tidak dijalankan secara maksimal sehingga menimbulkan ketidakteraturan dan kekacauan dalam pelaksanaan reformasi tersebut.
“Kenapa di Polri sudah ada roadmap-nya, peta jalannya, kenapa enggak diikutin gitu? Jadi banyak hal akhirnya jadi sepertinya awut-awutan, sepertinya kacau,” ujarnya dalam program Gaspol di YouTube Kompas.com, Kamis (25/9/2025).
Yehu memberikan sejumlah contoh persoalan di tubuh Polri, salah satunya adalah struktur organisasi yang dianggap terlalu besar di jajaran pimpinan atas. Padahal, seharusnya struktur tersebut lebih kecil di tingkat atas dan lebih besar di tingkat bawah untuk optimalisasi fungsi dan layanan kepada masyarakat.
Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa persoalan ini diperparah dengan munculnya banyak jabatan yang diisi oleh pejabat tinggi berpangkat bintang tiga, sehingga memunculkan ketimpangan dan kewenangan yang tidak proporsional dalam organisasi.
“Sekarang kan ada jabatan, (pejabatnya) dinaikkan bintang tiga semua,” katanya.
Sementara itu, ia menganggap bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah dianggap cukup memimpin institusi tersebut. Ia menilai bahwa salah satu solusi reformasi adalah dengan mengganti pucuk pimpinan Polri.
Menurutnya, pemilihan calon Kapolri yang tepat sangat penting, dan lebih disarankan untuk berasal dari lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) atau yang dikenal sebagai Adhy Makayasa. Ia mengusulkan agar penerus Listyo Sigit juga berasal dari lulusan tahun 1992 atau 1993, mengingat usia dan pengalaman mereka yang sudah matang.
“Jangan ke bawah lagi, terlalu (muda), belum matang,” tegasnya.
Informasi selengkapnya dapat disimak dalam program Gaspol yang tayang perdana pada malam hari, pukul 20:00 WIB.