Jakarta - Ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, mempertegas bahwa potensi konflik kepentingan dalam rangka rangkap jabatan di kepolisian tidak terbatas pada anggota Polri yang memegang jabatan di pemerintahan. Penegasan ini menyusul munculnya uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dilakukan di sidang pada Kamis (25/9/2025).
Dalam sidang tersebut, Oce menjelaskan bahwa konflik kepentingan dapat menimpa siapa saja yang memiliki posisi jabatan di pemerintahan. Ia menegaskan, "Sehingga tidak tepat menyatakan, seolah-olah hanya anggota Kepolisian yang menjabat di pemerintahan yang akan terkena konflik kepentingan. Padahal konflik kepentingan dapat menimpa siapa saja di pemerintahan."
Baca juga: Kapolri Akui Polri Kehilangan Kendali Saat Kerusuhan 2025
Peran Regulasi dalam Mencegah Konflik Kepentingan
Oce menambahkan, pengelolaan konflik kepentingan telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (UU AP) dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan. Ia menegaskan bahwa apabila terjadi konflik kepentingan secara aktual, pejabat pemerintah wajib mendeklarasikannya kepada atasan langsung mereka.
Menurutnya, polisi yang menjalani jabatan sipil tidak berbeda dari pejabat pemerintahan lainnya. Oleh karena itu, UU AP tersebut juga berlaku untuk anggota Polri yang memegang posisi di pemerintahan.
"Untuk menghindari timbulnya konflik kepentingan aktual, setiap pejabat pemerintahan tertentu wajib mencatatkan daftar kepentingan pribadi yang terkait dengan konflik kepentingan potensial secara berkala sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Permenpan RB 17/2024," jelas Oce.
Baca juga: Pengembangan Budaya Betawi Dukung Jakarta Jadi Kota Global
Kasus Gugatan Terhadap UU Polri
Gugatan terhadap pasal-pasal tertentu dalam UU Polri diajukan oleh Syamsul Jahidin. Ia menuntut pengujian terhadap Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) dalam undang-undang tersebut. Perkara ini muncul karena banyak anggota polisi aktif yang menjabat jabatan sipil di berbagai institusi di luar struktur Polri, tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
Jabatan tersebut di antaranya adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Keberadaan anggota polisi yang menduduki jabatan tersebut menjadi perdebatan karena dilakukan secara aktif tanpa mengikuti prosedur pengunduran diri resmi dari dinas kepolisian.
Tags: Polri Rangkap Jabatan konflik kepentingan Hukum Kepolisian Peraturan Pemerintah