Dalam sidang kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Riau, Erdianto, menyampaikan pendapat mengenai tindakan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan kebijakan abolisi terhadap eks Menteri Perdagangan, Tom Lembong. Menurutnya, seharusnya Presiden memberikan amnesti, bukan abolisi, karena kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan konsekuensi hukum berbeda.
Erdianto menyatakan, ketika Presiden ingin memberi perlakuan khusus terhadap Tom Lembong, langkah yang tepat adalah melalui pemberian amnesti, yang merupakan hak prerogatif Presiden, berbeda dengan abolisi yang berfokus pada penghapusan perbuatan pidana.
Baca juga: KAI Rayakan HUT ke-80 dengan Inovasi Pelayanan Modern
Pembedaan Antara Abolisi dan Amnesti
Secara definisi, abolisi biasanya menghapuskan perbuatan kriminal secara hukum, sehingga dianggap tidak pernah terjadi. Sementara itu, amnesti lebih diarahkan kepada pengampunan terhadap pelaku pidana tertentu, dan biasanya berlaku untuk perbuatan tertentu, bukan untuk menghapuskan perbuatan itu sendiri. Jika abolisi diterapkan terhadap kasus ini, mestinya isi Keputusan Presiden (Keppres) menyebutkan penghapusan terhadap perbuatan hukum secara umum, bukan terhadap individu tertentu.
Erdianto menegaskan, jika Presiden ingin melakukan pengampunan terhadap seseorang, mekanismenya adalah melalui amnesti, yang diatur sebagai hak prerogatif Presiden, dengan menilai kualifikasi tertentu dari pelaku tersebut.
Baca juga: Presiden Prabowo Bentuk Komite Reformasi Polri, Sinergi dengan Tim Kapolri
Keputusan Presiden dan Implikasinya
Pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keppres nomor 18, yang isinya menyatakan bahwa seluruh proses hukum dan akibat hukumnya terhadap Tom Lembong ditiadakan. Keppres ini hanya memuat nama satu orang dan menyebutkan bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong dihapuskan secara khusus dan terbatas pada dirinya.
Kasus ini bermula dari adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar yang melibatkan sembilan terdakwa dari korporasi. Meskipun Tom Lembong telah dijatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara oleh pengadilan, pada kenyataannya, Presiden memberikan abolisi sehingga ia memperoleh kebebasan pada 1 Agustus 2025.
Sementara itu, hingga saat ini, terdapat sembilan terdakwa lain yang masih menjalani proses persidangan. Salah satunya adalah Charles Sitorus, mantan Direktur PT PPI, yang telah dijatuhi hukuman 4 tahun penjara karena terlibat dalam kasus tersebut.
Beberapa terdakwa lain, termasuk direksi dan direktur utama dari berbagai perusahaan terkait proyek impor gula, masih menjalani proses hukum. Mereka berasal dari perusahaan seperti PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, dan lain-lain.
Kasus ini menimbulkan polemik terkait langkah Presiden yang menerbitkan Keppres abolisi tersebut. Banyak pihak menilai bahwa tindakan ini berbeda dengan ketentuan umum mengenai abolisi yang seharusnya menghapus perbuatan, bukan penuntutan terhadap individu tertentu.