Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI nonaktif, Mohamad Fairza Maulana, mengaku meminta dibelikan dua mobil sebagai bentuk penghargaan atas pencapaian kerjanya. Pengakuan ini terungkap saat Fairza menjalani pemeriksaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta periode 2022-2024.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Fairza menyatakan, “(Dalam BAP) Bapak ada mengatakan, saya tidak menerima uang, tapi saya ada dibelikan mobil Civic 2010 dan Yaris tahun 2006, siapa yang beliin?”
Fairza mengungkapkan, kedua mobil tersebut dibeli oleh Gatot Arif Rahmadi, pemilik Event Organizer GR-Pro, atas arahan dari Mantan Kepala Dinas Kebudayaan Iwan Henry Wardhana. “Waktu itu Pak Gatot yang memberikan. Itu atas perintah Pak Kadis (Iwan), tolong perhatikan Pak Keta,” katanya kepada jaksa.
Dalam konteks penjelasan, Fairza menjelaskan bahwa kedatangannya sebagai saksi mahkota mempertanyakan tentang ‘perhatian’ yang diberikan Iwan kepadanya. Ia menyatakan bahwa perhatian tersebut berhubungan dengan bantuannya dalam pekerjaannya sehari-hari.
“Karena saya mungkin sudah banyak bantu pekerjaan, (kata Iwan saat itu) ‘Tolong bantu Pak Keta, kasih penghargaan,’” ungkap Fairza.
Pada sidang, Fairza menyatakan bahwa ia lebih memilih untuk menerima mobil tua ketimbang uang tunai. Ia menyebut, “Saya enggak mau (di) kasih uang, sudah, kebetulan saya suka mobil-mobil tua, akhirnya, (kata Fairza kepada Gatot) cariin mobil saja deh, saya bilang gitu.”
Ia tidak menjelaskan kapan kedua mobil tersebut diserahkan kepadanya, namun mengaku bahwa Gatot yang menyerahkan keduanya. Sayangnya, kedua kendaraan tersebut tidak termasuk dalam daftar aset yang disita karena sudah dijual sebelum kasus ini terungkap.
Pertanyaan muncul dari jaksa terkait pilihan Fairza yang tidak meminta mobil mewah seperti Mercedes-Benz. Ia mengaku takut dan merasa bahwa mobil tersebut bukan haknya. “Saya enggak berani, saya takut, karena itu bukan uang… Itu sebenarnya bukan hak saya,” katanya.
Fairza juga mengakui bahwa ia menerima sejumlah uang dari terdakwa lain dan mengaku mengetahui bahwa uang tersebut adalah hak negara yang seharusnya dikembalikan ke kas pemerintah.
Baca juga: Program Magang Nasional Dibuka 15 Oktober 2025
Kerugian Negara Akibat Perbuatan Tersangka
Perbuatan mantan Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta, Iwan Henry Wardhana, bersama dua terdakwa lainnya, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 36,3 miliar. Menurut dakwaan jaksa, selama 2022-2024, Iwan memalsukan ratusan dokumen kegiatan seni untuk menggelapkan anggaran dari pemerintah provinsi.
Selama periode tersebut, Dinas Kebudayaan Jakarta membayar sebesar Rp 38.658.762.470,69 kepada Gatot. Padahal, kegiatan riil yang dilakukan hanya sebesar Rp 8.196.917.258. Selain itu, terdapat pembayaran Rp 6.770.674.200 ke Swakelola di bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKJ, sementara nilai sebenarnya hanya Rp 913.474.356, sehingga ada selisih sebesar Rp 5.857.199.844.
Total anggaran yang dibayarkan mencapai Rp 45.429.436.670,69, namun realisasi penggunaan uang tersebut hanya Rp 9.110.391.614. Akibat perbuatan tersebut, ketiga terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Tags: Korupsi Kerugian Negara Disbud DKI Jakarta mobil gratifikasi pengakuan