Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk sementara menghentikan penambahan dapur baru dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia juga mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap semua dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah ada saat ini.
Menurut Charles, langkah tersebut diperlukan guna memastikan keamanan dan kualitas makanan yang disalurkan kepada siswa. Ia menegaskan, “Saya mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dengan menghentikan sementara penambahan dapur baru sampai evaluasi menyeluruh terhadap dapur-dapur yang sudah ada benar-benar dilakukan.”
Selain itu, Charles mengingatkan pentingnya audit ketat dan independen terhadap seluruh rantai penyediaan makanan, mulai dari bahan baku, proses produksi, penyimpanan, hingga distribusi. Ia menyatakan, “Mulai dari bahan baku, proses produksi, penyimpanan, hingga distribusi.”
Baca juga: MDIS Tegaskan Lulusan Siap Hadapi Tantangan Global
Kasus keracunan massal siswa akibat program MBG terus berlanjut
Desakan tersebut muncul setelah kasus keracunan massal siswa akibat konsumsi makanan dari MBG kembali terjadi di beberapa daerah. Salah satunya, insiden menimpa siswa di SDN 01 Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Selasa (30/9/2025).
Charles menyampaikan, “Kejadian ini menyusul insiden serupa yang terjadi di Ciamis dan Lampung hanya dalam dua tiga hari terakhir. Dengan demikian, keracunan akibat MBG terjadi hampir setiap hari dalam sepekan terakhir.”
Kasus tersebut menunjukkan adanya persoalan serius dalam pengelolaan program MBG. Menurut Charles, keselamatan dan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas utama. Ia menegaskan, “Pemerintah tidak boleh menutup mata dan menganggapnya sekadar kasus insidental. Sebab, keselamatan serta kesehatan anak-anak adalah taruhan yang tidak bisa dinegosiasikan.”
Untuk mengatasi masalah ini, Charles mengusulkan agar dapur sekolah turut diintegrasikan sebagai bagian dari SPPG atau dapur MBG, dengan model yang diterapkan di Jepang dan Tiongkok sebagai acuan.
Ia menjelaskan, “Pemanfaatan dapur sekolah dengan pengawasan dari orang tua murid sangat efektif untuk meminimalisir kontaminasi bakteri dalam proses memasak dan distribusi, sehingga keamanan pangan lebih terjaga.”
Ia juga mengkritisi produksi massal oleh SPPG yang menghasilkan ribuan paket makanan dalam sehari, yang dinilai menjadi penyebab utama kasus keracunan. “Sehingga tidak ada lagi SPPG yang memproduksi massal ribuan paket dalam sehari untuk banyak sekolah. Karena hampir semua kasus keracunan disebabkan oleh makanan basi yang tidak terpantau karena terlalu banyaknya produksi oleh SPPG,” pungkasnya.
Selain itu, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana melaporkan bahwa hingga 30 September 2025, lebih dari 6.457 orang terdampak keracunan makanan dari program MBG. Ia menjelaskan, “Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang. Kemudian wilayah III ada 1.003 orang.”
Dadan menambahkan, sebagian besar kasus keracunan disebabkan karena penyedia makanan tidak mematuhi standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Ia menyatakan, “Kasus kejadian banyak terjadi di dua bulan terakhir. Ini berkaitan dengan berbagai hal, dan kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan saksama.”
Tags: Kebijakan Publik Kesehatan Anak DPR Makan Bergizi Gratis Pengelolaan Pangan