Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Hendi Prio Santoso, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk periode 2008-2017, pada Rabu (1/10/2025). Paragraf ini mengonfirmasi penahanan yang dilakukan terkait kasus dugaan korupsi dalam transaksi jual beli gas antara PT PGN dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).
Hendi Prio Santoso ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi tersebut, yang melibatkan proses transaksi jual beli gas di tahun 2017. Penahanan berlangsung selama 20 hari pertama sejak 1 Oktober 2025 dan dilakukan di Rutan Cabang KPK Merah Putih, menurut keterangan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Baca juga: Perlu Dasar Hukum Kuat, Program MBG Ditegaskan Tetap Dilanjutkan
Kasus Dugaan Korupsi Jual Beli Gas dan Latar Belakangnya
Kasus ini bermula dari kesulitan keuangan PT IAE, sebuah perusahaan distribusi gas di Jawa Timur yang membutuhkan pendanaan tambahan. Komisaris PT IAE, Iswan Ibrahim, kemudian meminta Komisaris Utama serta pemilik saham mayoritas PT IAE, Arso Sadewo, untuk mendekati PT PGN agar memuluskan kerja sama jual beli gas. Sebagai bagian dari transaksi, opsi akuisisi dilakukan dengan pembayaran di muka sebesar USD 15 juta.
Dalam perkembangannya, KPK menduga Hendi Prio Santoso menerima komitmen fee sebesar SGD 500.000 dari Arso Sadewo agar kerja sama jual beli gas melalui opsi akuisisi berjalan lancar. Penyelidikan menunjukkan bahwa komitmen fee ini diberikan Arso Sadewo setelah terjadi kesepakatan antara PT PGN dan PT IAE.
Menurut Asep Guntur Rahayu, Arso Sadewo memberikan komitmen fee SGD 500.000 kepada Hendi Prio Santoso di kantornya di Jakarta. KPK menduga, Hendi kemudian meneruskan sebagian komitmen tersebut kepada Yugi Prayanto, yang dikenal sebagai pihak yang mengenalkannya kepada Arso Sadewo. Sebagian uang, yakni USD 10.000, diberikan kepada Yugi sebagai imbalan atas perkenalan tersebut.
Atas perbuatannya, Hendi Prio Santoso disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.