Mahkamah Konstitusi memproses gugatan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diajukan Sekretaris Jenderal DPP PDI-P, Hasto Kristiyanto.
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan bahwa posisi DPR RI terhadap gugatan tersebut cukup unik karena mereka mendukung upaya revisi yang diajukan oleh pihak pemohon.
Saldi menyatakan, sangat jarang ada situasi di mana anggota DPR mendukung upaya koreksi terhadap produk hukum yang mereka buat melalui jalur litigasi di MK.
"Ini memang agak jarang-jarang suasananya terjadi ada pemberi keterangan (dari DPR-RI) yang setuju dengan permohonan pemohon," ujarnya dalam sidang perkara nomor 136/PUU-XXIII/2025 di Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Lebih lanjut, Saldi menyinggung peran kuasa hukum Hasto Kristiyanto. Dia menyarankan, jika mereka cerdas, seharusnya gugatan langsung diajukan ke DPR RI untuk dilakukan revisi, bukan melalui MK.
"Sebetulnya kalau kuasa hukum pemohon cerdas, sudah saatnya ini datang ke DPR, biar DPR saja yang mengubahnya, tidak perlu melalui Mahkamah Konstitusi. Biar komprehensif sekalian," kata Saldi.
Dia juga menegaskan pentingnya DPR segera mengirimkan keterangan tertulis yang telah dibacakan oleh perwakilan mereka, I Wayan Sudirta, dalam sidang tersebut.
Baca juga: Bencana Keracunan Menu Gratis, Ratusan Korban di Indonesia
dukungan DPR terhadap gugatan dan alasan MK setujui
Sidang mengungkap bahwa Sudirta, perwakilan DPR RI, menyatakan permohonan Hasto Kristiyanto terkait pengurangan ancaman hukuman maksimal dari 12 tahun menjadi 3 tahun harus dikabulkan MK, karena dianggap sejalan dengan permohonan Hasto.
Merkasnya, pengurangan hukuman ini didasarkan pada anggapan bahwa ancaman hukuman 12 tahun dinilai terlalu berat dibandingkan dengan hukuman pokok yang diterapkan dalam kasus suap.
Gugatan ini diajukan oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto yang merasa Pasal 21 UU Tipikor menetapkan ancaman pidana yang lebih tinggi dari hukuman pokok yang seharusnya diterapkan.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyatakan bahwa ancaman pidana dalam Pasal 21 UU Tipikor terlalu tidak proporsional.
"Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar supaya hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok," ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Maqdir menjelaskan bahwa obstruction of justice mensyaratkan adanya tindak pidana utama yang menjadi obyek perintangan.
Contohnya, di kasus suap, pelaku pemberi suap bisa dijerat hukuman maksimal 5 tahun penjara, sedangkan pelaku yang merintangi proses hukum, seperti merusak barang bukti, diancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
"Nah ini yang menurut kami tidak proporsional, hukuman seperti ini," tuturnya.
Tags: DPR Sidang MK UU Tipikor Hakim Konstitusi Hasto Kristiyanto