Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya penyalahgunaan kuota petugas haji dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 saat proses pemeriksaan yang dilakukan Rabu (1/10/2025).
Dalam proses pemeriksaan tersebut, KPK menemukan indikasi bahwa kuota petugas haji turut disalahgunakan, sebagaimana dinyatakan oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
Para saksi yang diperiksa meliputi beberapa tokoh penting di bidang penyelenggaraan haji dan umrah, di antaranya Firman M Nur yang menjabat sebagai Ketua Umum Amphuri; M Firman Taufik yang merupakan Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh); Syam Resfiadi sebagai Ketua Umum Sapuhi; H Amaluddin selaku Komisaris PT Ebad Al Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro; serta Lutfhi Abdul Jabbar yang menjabat Sekretaris Jenderal Mutiara Haji.
Sementara itu, pihak-pihak yang tidak memenuhi panggilan KPK adalah Asrul Aziz Taba, Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri), dan Muhammad Farid Aljawi, Ketua Harian Asosiasi Kebersamaan Pengusaha Travel Haji dan Umrah (BERSATHU).
Dalam penjelasannya, Budi menyampaikan bahwa penyidik mendalami mekanisme pembayaran dalam penyelenggaraan haji khusus oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) melalui user yang dikelola oleh Asosiasi.
KPK juga mengingatkan seluruh pihak yang dipanggil untuk bersikap kooperatif dan memenuhi panggilan dalam rangka mendukung proses penyidikan yang tengah berlangsung.
“KPK memiliki kewenangan melakukan upaya paksa, termasuk tindakan pencegahan ke luar negeri terhadap pihak-pihak yang dibutuhkan untuk tetap berada di Indonesia guna memberikan keterangan kepada penyidik,” ucap Budi.
Sementara itu, kasus ini terhubung dengan penyelidikan dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama, dimana terdapat dugaan penyelewengan dalam pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang dialokasikan pemerintah Arab Saudi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sementara kuota haji reguler sebesar 92 persen.
Aturan ini seharusnya membuat 20.000 kuota tambahan dibagi menjadi 18.400 untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus. Namun, kenyataannya, pembagian tersebut tidak mengikuti ketentuan, melainkan dibagi secara tidak sesuai.
“Namun kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tetapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuhnya.
KPK memperkirakan kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp 1 triliun dan telah melakukan pencegahan terhadap tiga orang untuk tidak bepergian ke luar negeri demi kelancaran proses penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.