Kejaksaan Agung Republik Indonesia menegaskan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, merupakan hak hukum yang dimiliki oleh tersangka. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, saat menyampaikan tanggapan tersebut di Kantor Kejagung, Selasa.
Anang menjelaskan bahwa belum ada relaas permohonan praperadilan yang diterima dari tim penyidik Kejagung. Ia menegaskan bahwa hak pengajuan praperadilan adalah bagian dari prosedur hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pengaturan yang juga diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada 2014.
Menurut Anang, praperadilan berfungsi sebagai mekanisme check and balance yang memungkinkan tersangka dan penasihat hukumnya untuk menguji apakah proses tindakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sudah sesuai prosedur yang berlaku. Ruang lingkup praperadilan sendiri terbatas pada aspek sah atau tidaknya penyitaan, penangkapan, penggeledahan, serta penetapan tersangka.
“Kalau praperadilan itu konsepnya hanya sah atau tidaknya penyitaan, penangkapan, penggeledahan, dan diperluas penetapan tersangka, itu saja,” ujar Anang.
Sementara itu, Nadiem Makarim mengajukan gugatan setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang berkaitan dengan program digitalisasi pendidikan. Gugatan ini tim hukum Nadiem ajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menentang proses penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan Kejagung.
Pihak kuasa hukum Nadiem menyatakan bahwa penetapan status tersangka oleh Kejaksaan Agung dianggap tidak sah, karena dianggap tidak didukung alat bukti yang cukup, khususnya terkait kerugian negara yang diduga akibat proyek Chromebook tersebut. Mereka menilai bahwa perhitungan kerugian negara seharusnya dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kuasa hukum menambahkan bahwa tidak adanya bukti audit kerugian negara yang sah dari instansi yang berwenang menjadi dasar utama penolakan terhadap penetapan tersangka tersebut. Pengacara Hana Pertiwi menyatakan, “Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang, dan penahanan juga otomatis tidak sah jika penetapan tersangka tidak sah.”
Nadiem Makarim resmi ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan pada 4 September 2025. Kasus ini berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang diduga merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun. Kebijakan Menteri Pendidikan Nomor 5 Tahun 2021 yang mengharuskan penggunaan sistem operasi Chrome OS disebut-sebut sebagai faktor utama dalam kerugian tersebut.
Saat ini, Nadiem ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
Tags: Hukum Indonesia Kasus Korupsi Chromebook Nadiem Makarim Praperadilan Kejagung