Jakarta - Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan kekhawatirannya terkait penyitaan buku yang diduga berisi ajaran anarkisme oleh aparat kepolisian terhadap aktivis di Jawa Timur. Pernyataan ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi dan Legislasi KemenHAM, Rumadi Ahmad, sebagai respons atas penangkapan aktivis di Kediri, Jawa Timur.
Dalam keterangannya, Rumadi Ahmad menyatakan, "Pelarangan atau perampasan buku akan merusak tradisi literasi masyarakat. Kepolisian tidak boleh mengambil langkah eksesif yang merugikan tradisi membaca, karena membaca merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Presiden Prabowo Subianto berulang kali menegaskan pentingnya membangun dan menjaga tradisi membaca."
Rumadi menambahkan bahwa tindakan penyitaan buku-buku tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Ia menegaskan bahwa langkah tersebut tidak sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan agar aparat penegak hukum memperhatikan hak asasi saat menangani aksi protes.
"Khususnya sebagaimana diatur dalam Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005," ujarnya.
Lebih jauh, Rumadi menegaskan bahwa penyitaan buku yang diduga berisi paham anarkisme tidak sesuai dengan visi Presiden yang menitikberatkan pada penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM. Ia menilai, tindakan tersebut berpotensi menghambat upaya pemerintah dalam memperkuat demokrasi dan menghormati hak asasi manusia.
Guna menegaskan pentingnya reformasi di institusi kepolisian, Rumadi menyoroti perlunya perubahan mendasar dalam pola pikir dan budaya aparat agar dapat lebih demokratis, profesional, dan menghormati HAM.
Baca juga: Kondisi Terkini Dua Prajurit TNI Tersangka Kasus Penculikan dan Pembunuhan
Insiden Kerusuhan di Surabaya dan Penyitaan Buku
Kejadian lain yang berkaitan terjadi di Surabaya saat aksi demonstrasi berujung kerusuhan pada Jumat (29/8/2025) malam hingga Sabtu (30/8/2025) dini hari. Dalam aksi tersebut, Pos Lantas Waru dirusak dan dibakar oleh kelompok tidak dikenal, dengan sejumlah anggota polisi yang berpatroli mengalami pengeroyokan. Sebanyak 18 orang ditangkap, termasuk 10 anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Dalam penggerebekan tersebut, polisi menyita 11 buku dari salah satu tersangka berinisial GLM (24). Buku-buku tersebut dinilai mengandung paham-paham anarkisme, di antaranya "Pemikiran Karl Marx" karya Franz Magnis-Suseno, "Anarkisme" karya Emma Goldman, "Kisah Para Diktator" karya Jules Archer, dan "Strategi Perang Gerilya" karya Che Guevara.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Widi Atmoko, menyatakan bahwa penyitaan buku dilakukan untuk menyelidiki pengaruh buku terhadap tindakan yang dilakukan tersangka. Sementara itu, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, menegaskan bahwa pihaknya tidak melarang pembacaan buku tersebut oleh kalangan profesional. Ia menambahkan, "Tetapi, kalau kemudian dipraktikkan, berarti kan proses pembelajarannya dari buku itu. Silakan baca buku, tetapi kalau tidak bagus jangan dipraktikkan."
Pemantauan dan pengkajian terhadap buku-buku ini menjadi bagian dari upaya kepolisian dalam menanggulangi paham-paham radikal yang berpotensi mengancam keamanan masyarakat dan stabilitas nasional.
Tags: Hak Asasi Manusia aktivisme penyitaan buku Literasi Dinamika Sosial