Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) mengeluarkan kebijakan baru untuk memperketat proses verifikasi mitra penyedia makanan, termasuk mewajibkan sertifikasi khusus untuk dapur dan juru masak. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya kasus keracunan terkait Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
Di Cibubur, Jakarta, Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang menyampaikan bahwa pengetatan inisiatif ini sudah dilakukan dan langsung disampaikan melalui surat kepada semua dapur yang terbukti bermasalah. Ia menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan menanggapi sejumlah kasus keracunan yang meningkat sepanjang bulan September, bahkan hingga menutup sementara dapur yang terindikasi tidak memenuhi standar.
Baca juga: Pengembangan BUMD Ikuti Praktik Jepang Demi Pendapatan Daerah
Langkah Tegas dan Pengawasan Lebih Ketat
Nanik menegaskan bahwa BGN tidak akan mentolerir kelalaian dan akan melakukan pengawasan secara langsung di lapangan melalui tim inspeksi. Jika ditemukan dapur yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis atau standar operasional, dapur tersebut akan langsung ditutup tanpa kompromi. Standar kebersihan dan higienitas menjadi fokus utama, meliputi lantai berepoxy, meja berbahan stainless steel, ruang pengemasan berpendingin, serta keberadaan freezer berkapasitas besar.
Selain itu, peralatan memasak yang digunakan harus memenuhi standar BGN untuk memastikan suhu pengolahan makanan tetap terjaga. Kebijakan terbaru pun mengharuskan semua chef yang bertugas di dapur memiliki sertifikasi resmi. Tidak hanya itu, yayasan penyedia makanan wajib menyediakan chef pendamping agar pengawasan bisa dilakukan secara berkelanjutan.
Baca juga: Prabowo Sambut Puji Trump dan Guionan saat Sidang PBB
Peningkatan Sistem dan Penindakan Ketat
Nanik juga menyebutkan bahwa sistem verifikasi melalui foto sebelumnya dinilai rawan manipulasi. Oleh karena itu, inspeksi langsung di lapangan akan dilakukan secara rinci dan berurutan oleh tim khusus. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan menindak jika ditemukan adanya hubungan keluarga atau kedekatan tertentu yang memudahkan kelanjutan operasional dapur yang bermasalah.
Data BGN menunjukkan bahwa sejak Januari hingga 22 September 2025, tercatat sebanyak 4.711 kasus keracunan akibat MBG. Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa penyebab utama kasus keracunan meliputi ketidakberpengalaman Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam memasak dalam porsi besar, serta masalah penggantian supplier bahan baku yang tidak sesuai standar.
Langkah pengetatan kebijakan ini diharapkan mampu menurunkan angka keracunan MBG dan meningkatkan kualitas serta keamanan makanan yang disediakan untuk masyarakat.