Vista Land Group didapuk sebagai pengembang rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasil rendah (MBR) terbesar Nasional oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).

Putusan MK tentang Tapera: Solusi atau Tantangan Baru?

1 jam lalu | Nur Aisyah | Berita | Berita Nasional

Putusan Mahkamah Konstitusi menolak Tapera sebagai iuran wajib, menegaskan perlunya program sukarela. Tapera dipandang sebagai pungutan, bukan tabungan rakyat. Keputusan ini mendorong pemerintah mencari skema perumahan alternatif. Program harus berorientasi insentif, bukan paksaan. Insentif berupa prioritas KPR dan subsidi bunga dinilai lebih efektif. Dana peserta harus dikelola transparan dan sukarela, memberi pilihan keluar. BP Tapera perlu diarahkan ulang agar fokus pada dana subsidi. Perbedaan utama dengan jaminan sosial harus dipahami, karena Tapera bukan proteksi risiko. MK membuka jalan bagi Tapera sebagai produk keuangan sukarela. Ini penting untuk keadilan dan kepercayaan masyarakat.

Seorang pekerja di sektor formal mengeluhkan potongan gajinya yang semakin bertambah. Selain pajak, iuran BPJS Kesehatan, dan potongan koperasi, kini ia harus membayar potongan bernama Tapera. Padahal, rumah telah dimilikinya melalui kredit beberapa tahun lalu. “Kalau tabungan, kenapa wajib?” tanya pekerja tersebut.

Keluhan ini bukan hanya dari satu orang. Serikat pekerja dan asosiasi pengusaha turut mengkritik dan menilai Tapera lebih mirip pungutan daripada program tabungan.

Beban ini dirasakan makin berat karena kondisi ekonomi yang belum pulih. Banyak pekerja bergaji pas-pasan, sementara kebutuhan sehari-hari terus meningkat.

Dalam konteks ini, Tapera justru menimbulkan paradoks. Program yang seharusnya sebagai tabungan rakyat, justru membuat rakyat merasa terpaksa menabung. Alih-alih membantu, potongan tersebut justru mengurangi penghasilan bersih mereka yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Isu Pengelolaan Dana dan Ketidakjelasan Tata Kelola

Selain itu, muncul persoalan lain terkait tata kelola dana Tapera yang sudah berjalan, terutama bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui warisan Bapertarum. Pertanyaan besar muncul tentang bagaimana kepastian pencairan dana, berapa hasil pengembangan dana, dan mekanisme transparansi pengelolaan dana tersebut.

Ketidakjelasan ini menyebabkan masyarakat semakin meragukan niat baik pemerintah terkait program ini.

Baca juga: Indonesia dan 7 Negara Siap Kerja Sama Hentikan Konflik Gaza

Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pesan Penting

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya muncul sebagai jawaban atas perdebatan ini. Hakim menilai bahwa tabungan secara hakikat bersifat sukarela. Bila dipaksakan, makna dari tabungan tersebut hilang.

Hakim Saldi Isra menyoroti kontradiksi Tapera dengan Pasal 34 UUD 1945, yang mengamanatkan negara melindungi kelompok rentan, bukan membebani mereka dengan pungutan baru.

Ekonom senior dari Indef, Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa keputusan ini memaksa pemerintah lebih kreatif mencari skema perumahan. “Jika negara ingin melibatkan pekerja, insentif harus diperbesar. Skema subsidi bunga atau akses prioritas KPR lebih masuk akal dibanding potongan wajib,” ujarnya.

Pandangan ini menegaskan bahwa program Tapera harus berbasis daya tarik, bukan paksaan. Peluang untuk melakukan perbaikan tetap terbuka, agar program ini dapat berjalan dengan prinsip sukarela.

Peserta sebaiknya diberikan insentif nyata, seperti prioritas Kredit Pemilikan Rumah dengan bunga rendah atau akses subsidi khusus. Dengan penawaran menarik, pekerja akan mengikuti secara sadar, bukan karena paksaan.

Selain itu, nasib dana peserta perlu dipastikan. ASN yang sudah membayar iuran harus diberi pilihan untuk keluar (opt-out) atau tetap mengikuti (opt-in).

Jika memilih keluar, dana pokok dan hasil pengembangannya harus dikembalikan tanpa birokrasi berbelit. Bila tetap mengikuti, status keanggotaan harus murni sukarela. Transparansi dan kemudahan ini penting untuk membangun kembali kepercayaan publik.

Peran Badan Pengelola Tapera juga perlu diarahkan ulang. Tanpa wewenang memungut iuran wajib, lembaga ini sebaiknya berfokus sebagai pengelola dana subsidi perumahan nasional.

Optimalisasi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan sumber dana non-iuran dianggap lebih sesuai dengan mandat konstitusi, yakni menyediakan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah tanpa menambah beban pekerja.

Baca juga: Pemerintah Tetap Netral dalam Konflik Internal PPP

Beda Prinsip dengan Jaminan Sosial

Hal utama yang harus dipahami adalah perbedaan Tapera dari konsep jaminan sosial. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan adalah wajib karena melindungi risiko mendasar, seperti sakit dan kematian.

Iuran keduanya berbasis solidaritas, karena risiko tersebut bisa menimpa siapa saja kapan saja. Sebaliknya, Tapera bukan proteksi risiko, melainkan tabungan jangka panjang untuk tujuan individual, yaitu membeli rumah.

Memaksa seseorang menabung untuk kebutuhan pribadi, sementara kebutuhan dasar lain belum terpenuhi, sama sekali tidak adil.

Oleh karena itu, MK menolak Tapera sebagai iuran wajib dan membuka peluang agar Tapera dapat berfungsi sebagai produk keuangan sukarela yang difasilitasi negara.

Sosiolog Saskia Sassen dalam bukunya _Expulsions: Brutality and Complexity in the Global Economy_ mengingatkan bahwa kebijakan yang mengabaikan kapasitas ekonomi individu justru memperbesar ketidaksetaraan. Ia juga menyatakan bahwa pemaksaan dalam kebijakan finansial bisa memicu alienasi sosial dan ketidakpercayaan terhadap institusi.

Pandangan tersebut relevan dengan kasus Tapera, karena negara tidak boleh mengulangi kesalahan dengan memaksa rakyat menanggung beban di luar kemampuannya.

Jika prinsip ini diterapkan, pemerintah dapat memfokuskan pengelolaan dana tersebut ke program subsidi perumahan, seperti FLPP, tanpa menambah potongan gaji pekerja.

Putusan MK tentang Tapera bukan sekadar mencabut kewajiban iuran, tetapi juga sebagai kritik terhadap paradigma regulasi yang terlalu mengandalkan paksaan kolektif.

Rakyat tidak boleh menjadi kambing hitam terus-menerus atas kegagalan memenuhi amanat konstitusi negara. Sekarang, giliran pemerintah yang harus bertindak.

Program Tapera versi baru harus berupa tabungan sukarela yang memberi manfaat nyata, bukan lagi kewajiban yang menambah beban. Ini adalah pilihan bijak bagi mereka yang ingin menyiapkan rumah masa depan dengan dukungan dari negara.

Putusan MK menjadi titik penting, sekaligus menuntut adanya keadilan dalam kebijakan perumahan nasional.

Tags: Mahkamah Konstitusi Kebijakan Sosial Tapera Kebijakan Perumahan Finansial

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan