Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa aparat kepolisian tidak pernah melakukan penyitaan secara khusus terhadap buku-buku yang berisi pemikiran kiri maupun anarkisme terkait kerusuhan yang terjadi pada Agustus 2025. Menurutnya, dalam proses penyidikan sebuah tindak pidana, polisi akan melakukan penggeledahan dan barang apapun yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP), termasuk buku dan barang lainnya, akan disita. Bahkan struk belanja pun dapat disita jika berada di lokasi penggeledahan. Pernyataan tersebut disampaikan Sigit dalam acara ROSI di Kompas TV, Kamis (25/9/2025) malam.
"Jadi saya kira kita tidak melakukan penyitaan terhadap buku beraliran kiri, tidak. Tapi pada saat kita melakukan proses penanganan suatu tindak pidana, tentunya pada saat kita melakukan penggeledahan, dan kemudian kita melakukan penyitaan terhadap hal-hal yang kita temukan di TKP. Ya mungkin ada catatan belanja dan sebagainya itu pun juga kita amankan," ujar Sigit.
Penjelasan Polisi Terkait Penyitaan Buku
Kapolri menegaskan bahwa polisi tidak pernah mempersoalkan keberadaan buku yang berisi pemikiran kiri maupun kanan. Ia menambahkan, "Jadi tidak ada kaitannya dengan buku yang di dalamnya berisi aliran kiri atau aliran kanan, tidak seperti itu," dan menegaskan bahwa semua dokumen yang ditemukan di lokasi kejadian harus dipelajari dan dianalisis secara mendalam. Ia juga menegaskan bahwa penyitaan buku yang dilakukan pekan lalu tidak memiliki hubungan dengan isi atau aliran yang terdapat di dalam buku tersebut. "Kebetulan saja ada buku itu, tapi bukan karena bukunya, ataupun aliran yang ada di dalam buku itu kemudian membuat buku itu disita. Jadi saya ingin luruskan masalah ini," jelasnya.
Baca juga: Kapolri Rotasi Pejabat Strategis di Bareskrim Polri
Penyitaan Buku oleh Polda Jawa Barat dan Dampaknya
Pada hari yang sama, Polda Jawa Barat mengumumkan penyitaan sejumlah buku dari bukti kerusuhan aksi demonstrasi di Bandung melalui konferensi pers di Mapolda Jabar, Selasa (16/9/2025). Beberapa buku yang disita diduga memuat teori anarkisme yang diduga menjadi referensi literasi kelompok yang terlibat dalam aksi di Gedung DPRD Jawa Barat beberapa waktu lalu. Buku-buku tersebut tersusun rapi di atas meja disertai barang bukti lain, dan diambil sebagai bagian dari penyelidikan. Kapolda Jabar, Irjen Pol Rudi Setiawan, menyebut, "Bisa dilihat (buku) ajakan desersi juga ada, dan buku lainnya, tetapi ini semua narasinya setingkat anarkisme."
Buku-buku yang disita Polda Jabar sebagai barang bukti 25 tersangka perusakan dan pembakaran fasilitas umum di Jawa Barat, 17 September 2025. (Sumber: Akun Instagram Divisi Humas Polri)
Daftar judul buku yang dipublikasikan meliputi "Menuju Estetika Anarkis," "Why I Am Anarchist," dan "Sastra dan Anarkisme," termasuk pula karya terkenal Pramoedya Ananta Toer berjudul "Anak Semua Bangsa." Buku-buku tersebut berasal tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri yang dibeli secara online. Selain buku, penyitaan termasuk barang bukti lain yang terkait dalam kerusuhan tersebut.
Baca juga: Indonesia Perlu Tingkatkan Diplomasi Solusi Dua Negara untuk Palestina
Kerusuhan dan Penangkapan di Surabaya
Kejadian kerusuhan juga terjadi di Surabaya saat aksi demontrasi berlangsung, yakni kerusakan dan pembakaran Pos Lantas Waru, Sidoarjo, pada Jumat (29/8/2025) malam hingga Sabtu (30/8/2025) dini hari. Saat kerusuhan berlangsung, sejumlah anggota polisi yang berpatroli di lokasi mengalami pengeroyokan, dan sebanyak 18 orang ditangkap terkait pembakaran tersebut, di antaranya 10 anak berhadapan dengan hukum (ABH). Dari penangkapan itu, polisi menyita 11 buku dari seorang pelaku berinisial GLM (24). Buku tersebut diduga memuat paham-paham anarkisme, dan judulnya antara lain "Pemikiran Karl Marx" karya Franz Magnis-Suseno, "Anarkisme" karya Emma Goldman, "Kisah Para Diktator" karya Jules Archer, dan "Strategi Perang Gerilya" karya Che Guevara.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Widi Atmoko, menjelaskan bahwa penyitaan buku tersebut bertujuan untuk menyelidiki pengaruh narasi buku terhadap tindakan pelaku. Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, menambahkan bahwa membaca buku tersebut secara profesional diperbolehkan sebagai bagian dari pendalaman pemahaman. "Tetapi kalau kemudian dipraktikkan, berarti kan proses pembelajarannya dari buku itu. Silakan baca buku, tetapi kalau tidak bagus jangan dipraktikkan," ujarnya, Kamis (18/9/2025).
Buku-buku yang disita polisi dari tersangka GLM asal Surabaya yang melakukan pelemparan di Pos Lantas Waru Sidoarjo pada Sabtu (30/8/2025).
Tags: politik keamanan Kerusuhan Penyidikan buku