Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando Hadityo Ganinduto, menyatakan bahwa aturan larangan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merangkap sebagai aparatur sipil negara (ASN) dibuat untuk menutup celah terjadinya konflik kepentingan.
Pernyataan tersebut disampaikan Firnando sebagai respon terhadap revisi Undang-Undang (UU) BUMN yang telah disepakati oleh Komisi VI dan pemerintah pada hari Jumat, 26 September 2025.
Firnando menjelaskan, "Perubahan ini bukan hanya soal teknis kelembagaan, tetapi menyangkut akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan publik."
Menurutnya, larangan tersebut menjadi salah satu dasar ketentuan demi menjaga manajemen BUMN tetap independen, menghindari bias kebijakan, dan memperkuat penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance.
Ia menilai, substansi RUU BUMN yang disepakati hari ini sejalan dengan misi pemerintah membangun perusahaan negara yang modern, transparan, dan mampu bersaing secara global.
Baca juga: Presiden Prabowo Akan Tunjuk Kepala Baru BP BUMN
Penguatan Status Komisaris dan Direksi sebagai Penyelenggara Negara
Lebih lanjut, Firnando menegaskan, materi dalam RUU BUMN kini secara khusus menyatakan bahwa komisaris dan direksi adalah penyelenggara negara.
Dengan begitu, dewan komisaris dan direksi wajib mengikuti standar etika yang sama dengan pejabat negara lain.
Status ini sangat penting karena beberapa kasus korupsi melibatkan pelaku yang berstatus sebagai penyelenggara negara.
Firnando menambahkan, "BUMN mengelola keuangan negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, komisaris dan direksi BUMN bukan hanya pelaku usaha, mereka adalah bagian dari penyelenggara negara yang bertanggung jawab langsung kepada publik."
Baca juga: Ustaz Abdul Somad Berikan Pesan Keagamaan di Mapolri
Poin Penting Dalam RUU BUMN
Sebelumnya, Komisi VI DPR dan DPR RI sepakat membawa RUU BUMN ke sidang paripurna hari ini, Jumat.
Poin utama dari RUU tersebut mencakup kedudukan pejabat, pegawai BUMN, dan danantara.
Salah satu ketentuan penting adalah aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merangkap jabatan sebagai dewan komisaris, direksi, maupun pengawas BUMN dan danantara.
Selain itu, BUMN tetap dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan perubahan kelembagaan Kementerian BUMN menjadi Badan Pengelola (BP) BUMN juga tetap berlaku.