Pengadilan Tipikor di Jakarta Pusat mengungkap proses penjualan gas bumi oleh PT Inti Alasindo Energy (PT IAE) kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang melanggar aturan. Sidang ini menyorot tindakan PT IAE yang diduga melakukan penyaluran gas mulai triwulan II 2019 hingga 2020, dengan volume mencapai 2.603 Million British Thermal Unit (MMBtu).
Dalam sidang tersebut, jaksa membacakan surat teguran dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kepada PT IAE, berkaitan dengan pengawasan usaha niaga gas di Waru, Sidoarjo. Surat itu menyatakan bahwa PT IAE masih menjual gas ke PT PGN meskipun sudah mendapat teguran sebelumnya. Penjualan tersebut dianggap melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan gas bumi, termasuk PP No. 36 tahun 2004 dan Permen ESDM Nomor 29 Tahun 2017.
BPH Migas menegaskan bahwa tindakan ini bertentangan dengan ketentuan peraturan dan menyampaikan sanksi berupa larangan kepada PT IAE untuk menjual atau mengalirkan gas ke PT PGN. Teguran itu berlangsung sebagai bentuk penegakan hukum terhadap praktik yang tidak sesuai regulasi yang berlaku.
Fajriyah Usman, Corporate Secretary PT PGN yang hadir sebagai saksi, mengungkapkan bahwa meskipun baru bergabung pada 2024, ia mengetahui adanya surat teguran tersebut. Ia menyatakan pemerintah memiliki aturan pembatasan dan larangan bagi perusahaan penyalur gas untuk melakukan penjualan sesama perusahaan yang bersangkutan.
Baca juga: Wakapolri Tegaskan Polri Terbuka dan Diriukan Kritik
Perkara Hukum Terkait Merugikan Negara dan Pengayaan Diri
Dalam kasus ini, terdakwa Danny Praditya yang menjabat sebagai Direktur Komersial PGN tahun 2016-2019 dan Iswan Ibrahim sebagai Komisaris PT IAE 006-2023, didakwa merugikan keuangan negara hingga mencapai 15 juta Dolar AS, sekitar Rp 246 miliar. Uang tersebut berasal dari perjanjian kerja sama antara kedua perusahaan yang melanjutkan rencana akuisisi, namun dilakukan melalui mekanisme jual beli gas yang melanggar aturan.
Selain merugikan negara, Iswan Ibrahim diduga memperkaya diri sendiri sebesar 3,58 juta Dolar AS dan melakukan tindakan melawan hukum untuk memperkaya pihak lain. Para terdakwa didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 juncto pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU No. 20 tahun 2021, dengan ancaman pidana sesuai KUHP.
Kasus ini menyoroti ketidakpatuhan terhadap regulasi pengelolaan gas dan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Penegakan hukum terus dilakukan untuk memastikan pengawasan yang ketat terhadap kegiatan usaha migas di Indonesia.
Tags: Korupsi Penegakan Hukum BPH Migas gas bumi perusahaan gas