Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera). Keputusan ini diambil dalam sidang yang berlangsung pada Senin, 29 September 2025.
Dalam pertimbangannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa seluruh permohonan dari pemohon dikabulkan. Hakim Saldi Isra menegaskan bahwa istilah tabungan dalam program Tapera menimbulkan persoalan terkait karakteristik hakikat tabungan itu sendiri.
Menurut Saldi, unsur memaksa yang terkandung pada kata wajib sebagai peserta Tapera tidak sesuai dengan prinsip sukarela dari sebuah tabungan. Ia menyampaikan, "Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 maupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya',".
Hakim menambahkan bahwa Mahkamah menilai bahwa konsep Tapera telah menggeser makna tabungan menjadi pungutan yang bersifat memaksa. Menurut Saldi, hal ini didasarkan pada dalil bahwa warga yang terlibat dalam program tersebut tidak memiliki kebebasan penuh dalam memilih untuk menjadi peserta.
Baca juga: Pembatasan Akses Pers Dampak Buruk bagi Demokrasi Indonesia
Gugatan terhadap UU Tapera
Gugatan terhadap UU Tapera diajukan oleh 11 serikat pekerja. Mereka menuntut agar Mahkamah Konstitusi menghapus kata "wajib" dalam Pasal 7 Ayat 1 undang-undang tersebut. Mereka mengusulkan agar kata tersebut diganti menjadi "dapat," agar peserta memiliki pilihan sukarela.
Selain itu, para penggugat juga meminta MK menyatakan bahwa Pasal 9 Ayat (1) UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945. Pasalnya, mereka menilai bahwa ketentuan tersebut harus dimaknai bahwa pekerja yang dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1) harus secara sukarela mendaftar sebagai peserta, yang proses pendaftarannya dilakukan oleh pemberi kerja.
Tags: Mahkamah Konstitusi hak pekerja UU Tapera Gugatan Hukum