Persidangan terkait gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengalami penundaan dalam proses mediasi yang dijadwalkan berlangsung hari ini, Senin (29/9/2025). Penundaan ini dilakukan hingga pekan depan, tepatnya Senin (6/10/2025), karena Gibran belum hadir secara langsung dalam mediasi tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Subhan Palal, selaku penggugat, setelah mengikuti proses mediasi tahap pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia menyampaikan bahwa mediasi akan dilanjutkan setelah Gibran menghadiri secara langsung.
"Karena hari ini (Gibran) enggak hadir, maka mediator memutuskan untuk ditunda sampai prinsipal hadir, yaitu tergugat satu (Gibran) dan tergugat dua (KPU)," ujar Subhan dalam keterangan yang diberikan di ruang sidang.
Subhan menambahkan bahwa permintaannya agar pihak utama dalam perkara ini, yakni Gibran dan KPU, menghadiri mediasi secara langsung telah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016. Ia menegaskan bahwa kehadiran secara langsung sangat penting agar proses mediasi dapat berjalan efektif.
Baca juga: DPR Yakin Prabowo Hormati Nilai Demokrasi hingga Kartu Wartawan Dicabut
Keterwakilan dan Tantangan dalam Persidangan
Dalam proses mediasi hari ini, baik Gibran maupun KPU diwakili oleh kuasa hukum masing-masing. Sejak awal gugatan ini dilayangkan, Gibran tidak pernah hadir secara langsung di persidangan. Sebagai gantinya, ia menyerahkan surat kuasa khusus kepada tim pengacara untuk mewakilinya di hadapan hakim.
Gugatan ini menuding bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait proses pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres). Tuduhan ini muncul karena ada sejumlah syarat pendaftaran yang dinilai tidak terpenuhi saat proses awal.
Subhan berharap majelis hakim yang memeriksa kasus ini dapat menyatakan bahwa tindakan Gibran dan KPU tersebut melanggar hukum. Ia juga menuntut agar status Gibran sebagai Wakil Presiden saat ini dinyatakan tidak sah. Selain itu, penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 125 triliun kepada negara, serta uang sebesar Rp 10 juta yang harus disetorkan ke kas negara sebagai bagian dari tuntutan hukum tersebut.
"Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara," demikian bunyi petitum dalam gugatan.