Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat mengahadiri acara Chandi di Hotel Meru, Sanur, Kota Denpasar, Bali, pada Rabu (3/8/2025). KOMPAS.com/ Yohanes Valdi Seriang Ginta

Indonesia Dorong Peran Budaya dalam Tangani Perubahan Iklim

1 jam lalu | Farrel Santoso | Berita | Berita Nasional

Indonesia memperkuat peran budaya dalam menangani krisis iklim. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan budaya sebagai pilar utama ketahanan iklim global. Ia menegaskan bahwa krisis ini adalah krisis budaya. Perubahan iklim mengancam situs budaya dan tradisi. Kearifan lokal menjadi bagian penting adaptasi iklim. Indonesia siap bekerja sama dalam strategi global. Deklarasi Barcelona mendukung integrasi budaya dalam aksi iklim.

Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadikan budaya sebagai pilar utama dalam menghadapi krisis iklim dan agenda pembangunan berkelanjutan pasca-2030. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam pertemuan tingkat tinggi para Menteri Kebudayaan dari negara-negara anggota koalisi Group of Friends for Culture-Based Climate Action (GFCBCA) di Barcelona, Spanyol, dalam rangkaian acara UNESCO MONDIACULT 2025.

Dalam sambutannya, Fadli menyampaikan kebanggaannya atas partisipasi Indonesia sebagai bagian dari jaringan global ini. Ia menegaskan dukungan terhadap inisiatif yang menempatkan budaya sebagai kunci pembangunan ketahanan iklim global. “Indonesia bangga menjadi bagian dari jaringan global ini. Sebagai kementerian yang baru berdiri, kami langsung mendukung inisiatif ini karena yakin budaya harus menjadi pilar utama dalam membangun ketahanan iklim global,” ujarnya.

Baca juga: Perkembangan Kasus Korupsi di Indonesia Tahun 2024

Peran Budaya dalam Krisis Iklim

Dalam pidatonya, Fadli menyatakan bahwa krisis iklim sebenarnya adalah krisis budaya. Ia menegaskan bahwa ancaman besar tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga pada identitas bangsa, warisan, dan pengetahuan lokal yang mendukung peradaban. “Ancaman besar bukan hanya pada ekosistem, tetapi juga pada identitas bangsa, warisan, dan pengetahuan lokal yang menopang peradaban,” ucap politikus Partai Gerindra tersebut.

Fadli menyoroti kerusakan pada situs budaya, seperti pelapukan batu candi dan risiko kerusakan situs prasejarah yang berada dekat lokasi pertambangan. Ia menegaskan bahwa setiap aktivitas di sekitar kawasan warisan budaya, termasuk pertambangan, harus melalui penilaian yang mempertimbangkan aspek pelestarian. “Setiap aktivitas di sekitar wilayah warisan budaya, termasuk pertambangan, harus melalui penilaian dan berperspektif pelestarian. Warisan budaya kita hidup bersama lingkungannya,” ujar dia.

Baca juga: Peluncuran Kampung Internet 2025 Dukung UMKM dengan Akses Gratis

Ancaman Perubahan Iklim Terhadap Warisan Budaya

Lebih jauh Fadli menjelaskan bahwa perubahan iklim berdampak langsung pada keberlangsungan situs cagar budaya seperti candi, goa prasejarah, hingga tradisi turun-temurun. Ia menegaskan pentingnya memasukkan budaya dalam agenda iklim, baik secara nasional maupun internasional. “Inilah mengapa budaya harus masuk dalam agenda iklim, baik di tingkat nasional maupun global,” tegasnya.

Selain itu, ia menggarisbawahi peran kearifan lokal sebagai mekanisme adaptasi, seperti filosofi Tri Hita Karana di Bali, praktik Sasi di Maluku dan Papua, serta Menumbai di Riau. Praktik-praktik ini berfungsi sebagai bentuk konservasi tradisional yang membantu masyarakat menghadapi perubahan iklim.

Fadli menegaskan kesiapan Indonesia untuk bekerja sama dan memperkuat integrasi budaya dalam strategi global. Ia menyatakan bahwa masyarakat adat dan penjaga warisan harus diangkat suaranya sebagai bagian dari solusi iklim dunia. “Semua ini membuktikan bahwa budaya adalah kekuatan nyata untuk menghadapi iklim. Namun, tanpa dukungan dan kerja sama semua pihak, termasuk melalui kolaborasi antar negara, upaya ini tidak bisa berdiri sendiri,” ujarnya.

Koalisi GFCBCA yang beranggotakan 47 negara ini didirikan oleh Uni Emirat Arab dan Brasil pada COP28 di Dubai untuk memperkuat peran budaya dalam tindakan adaptasi dan mitigasi iklim. Indonesia secara resmi bergabung mulai Mei 2025 melalui Kementerian Kebudayaan.

Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Barcelona yang menegaskan bahwa budaya merupakan aset yang rentan sekaligus instrumen strategis dalam menghadapi perubahan iklim, dan harus menjadi bagian dari solusi global.

Tags: Indonesia Perubahan Iklim Budaya Kebudayaan GFCBCA UNESCO

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan