Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/9/2025).

Kewarganegaraan Anak WNI Terancam Stateless, Atlet Diprioritaskan

1 jam lalu | Alisha Putri | Berita | Berita Nasional

Komisi XIII DPR menyoroti kendala warga Indonesia memperoleh status kewarganegaraan. Anak-anak hasil perkawinan campuran WNI dan WNA menghadapi kesulitan. Proses naturalisasi atlet dianggap lebih cepat dan mudah. Kasus anak lahir dari orang tua WNI dan WNA masih menunggu solusi. Interpretasi berbeda dalam penerapan regulasi menjadi hambatan. Ketidakpastian ini berdampak pada hak konstitusional warga. Anak-anak dapat menjadi stateless dan kehilangan akses pendidikan serta pekerjaan. Naturaliasi atlet dipermudah karena alasan nasionalisme dan jasa. Data menunjukkan 38 atlet naturalisasi selama Jokowi dan 19 di era Prabowo. Proses naturalisasi mengikuti Pasal 20 UU Kewarganegaraan. Perbedaan proses ini menunjukkan perlunya kebijakan yang adil.

Komisi XIII DPR RI mengungkapkan kesulitan warga negara Indonesia, termasuk anak-anak hasil perkawinan campuran WNI dengan WNA, dalam memperoleh status kewarganegaraan.

Situasi ini dinilai tidak seimbang dengan proses naturalisasi atlet tim nasional yang dianggap lebih cepat dan mudah diperoleh.

"Seperti kita ketahui bersama, terdapat kasus nyata yang hingga kini belum dapat terselesaikan, yaitu anak-anak yang lahir dari orang tua WNI dan WNA yang terjebak dalam status yang tidak jelas bahkan menjadi stateless," ujar Wakil Ketua Komisi XIII Andreas Hugo Pareira dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Rabu (1/10/2025).

Andreas menyatakan, permasalahan ini diperparah oleh interpretasi yang berbeda dalam penerapan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan hambatan administratif pada PP Nomor 21 Tahun 2022.

Menurutnya, ketidakpastian status kewarganegaraan bukan hanya persoalan administratif, tetapi berkaitan langsung dengan hak konstitusional warga yang dijamin oleh UUD 1945.

"Ketidakpastian status kewarganegaraan telah menimbulkan dampak serius, mulai dari anak-anak yang menjadi stateless, terhambatnya pendidikan, hingga hilangnya kesempatan kerja," kata Andreas.

Politikus dari PDI-P tersebut membandingkan kenyataan ini dengan proses naturalisasi atlet tim nasional yang berlangsung relatif cepat karena alasan nasionalisme dan kepentingan negara.

Andreas menjelaskan bahwa naturalisasi atlet dari berbagai cabang olahraga diputuskan secara cepat karena alasan kepentingan nasional, terutama dalam memperkuat tim nasional.

"Kita tahu akhir-akhir ini kita menaturalisasi mereka yang mempunyai darah Indonesianya dengan relatif mudah karena kepentingan kita untuk timnas, baik sepak bola, basket, dan berbagai bidang olahraga. Itu banyak kita putuskan di sini," ujarnya.

"Sementara saudara-saudara kita yang anaknya lahir di sini, orang tuanya lahir di sini, atau punya darah satu tingkat di atas, justru menghadapi kesulitan. Ini jangan sampai menjadi diskriminasi yang dirasakan oleh mereka," tambah Andreas.

Sementara itu, Deputi Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvanna Djaman mengakui bahwa proses naturalisasi atlet lebih sederhana.

Dia menyebut, proses tersebut mengacu pada Pasal 20 UU Kewarganegaraan yang memungkinkan pemberian kewarganegaraan kepada mereka yang berjasa.

"Ini permohonannya memang lebih sederhana karena memang menggunakan Pasal 20. Di mana Pasal itu, mereka yang berjasa, bisa diberikan kewarganegaraan setelah melalui pertimbangan dari DPR," ujarnya.

Lydia juga menyampaikan data naturalisasi atlet selama pemerintahan Presiden Joko Widodo dan awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Selama masa pemerintahan Jokowi, sebanyak 38 orang mendapatkan kewarganegaraan, terdiri dari 12 atlet basket, 1 atlet gulat putri, 24 atlet sepak bola (22 pria dan 2 wanita), serta 1 pelatih sepak bola.

"Sedangkan di era Presiden Prabowo hingga saat ini sudah ada 19 orang, terdiri dari 8 atlet sepak bola putra, 7 atlet sepak bola putri, dan 4 atlet hoki es putri," pungkas Lydia.

Tags: politik kewarganegaraan naturalisa stateless

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan