Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka di TPU Karet Bivak, Jakarta, Jumat (29/8/2025).

DPR Usulkan Larangan Rangkap Jabatan di Kementerian dan BUMN

24 Sep 2025 | Bryan Aditya | Berita | Berita Nasional

DPR usulkan perluasan larangan rangkap jabatan di kementerian dan BUMN agar konflik kepentingan dapat diminimalisasi dan sesuai amanat MK.

Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengusulkan agar ketentuan larangan rangkap jabatan, yang selama ini berlaku bagi menteri dan wakil menteri di Indonesia, diterapkan pula untuk pejabat eselon I dan II di kementerian serta lembaga pemerintah. Usulan tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang membahas revisi Undang-Undang (UU) BUMN, yang berlangsung di DPR, Rabu (24/9/2025).

Dalam kesempatan itu, Rieke menekankan pentingnya memperluas aturan larangan rangkap jabatan agar tidak hanya berlaku bagi jabatan tingkat menteri dan wakil menteri. "Putusan MK itu memutuskan tidak boleh rangkap jabatan menteri atau wakil menteri di BUMN baik sebagai komisaris apalagi sebagai direksi. Nah, apakah di dalam undang-undang ini kemudian kita bisa membuat aturan bahwa para dirjen, deputi, eselon I dan II juga tidak boleh rangkap jabatan? Karena indikasi konflik kepentingan pasti terjadi," ujarnya.

Ia juga memberikan contoh konkret mengenai keberadaan 39 komisaris di berbagai BUMN yang berasal dari kalangan pejabat di Kementerian Keuangan. Ia menilai hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena sejumlah BUMN tersebut mendapatkan penugasan dari negara yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Salah satu contoh yang disampaikan Rieke adalah adanya pejabat di Kementerian Keuangan yang menjabat sebagai komisaris di BUMN tertentu. "Saya ambil contoh, boleh nanti ditelusuri. Beberapa waktu lalu itu dari Kementerian Keuangan ada 39 komisaris di BUMN, padahal posisi-posisi komisarisnya adalah di BUMN yang misalnya mendapatkan penugasan negara," jelasnya.

Selain itu, Rieke menyebutkan bahwa dana dari APBN yang digunakan untuk membiayai BUMN juga dikendalikan oleh pejabat di Kementerian Keuangan dan pejabat eselon yang menduduki posisi strategis di kementerian tersebut. "Artinya ada pengucuran dana dari APBN, di mana kewenangan itu ada di bendahara negara, yaitu Menteri Keuangan dan para dirjen di bawahnya. Tapi dirjen ini kemudian jadi komisaris di BUMN. Contohnya di Telkom, yang akhirnya terkait kasus pengadaan BTS di daerah tertinggal," tambahnya.

Ia menegaskan, pejabat terkait pasti mengetahui potensi masalah yang muncul dari rangkap jabatan tersebut, sehingga memperbesar risiko konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan. Oleh karena itu, Rieke mengusulkan agar aturan larangan rangkap jabatan diperluas hingga level eselon di kementerian dan lembaga pemerintah.

"Apakah mumpung ini revisi UU BUMN, hal yang sama bisa kita putuskan? Bahwa persoalan rangkap jabatan itu bukan hanya untuk menteri atau wakil menteri saja, tetapi juga eselon satu, eselon dua, dan eselon lainnya di kementerian dan lembaga," ujarnya.

Sebelumnya, DPR bersama pemerintah telah sepakat memasukkan RUU BUMN ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pembahasan revisi UU BUMN diharapkan selesai sebelum masa reses DPR berakhir. "Ya, kami berharap lebih cepat. Kalau bisa minggu ini selesai, minggu ini. Kalau bisa selesai sebelum reses, ya kami selesaikan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dalam revisi tersebut, salah satu perubahan penting adalah penyesuaian nomenklatur kementerian yang saat ini sebagian fungsi operasionalnya telah dialihkan ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. "Fungsi operasionalnya kan sudah lebih banyak dikerjakan oleh BPI Danantara. Jadi ada kemungkinan kementeriannya mau kita turunkan statusnya menjadi badan," jelas Prasetyo.

Baca juga: Rieke: BUMN Harus Tunduk pada Regulasi Negara

Putusan MK dan Masa Penyesuaian

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri merangkap jabatan. Namun, MK memberikan tenggang waktu dua tahun bagi pemerintah untuk menindaklanjuti keputusan tersebut. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebutkan bahwa masa penyesuaian diperlukan agar aturan ini dapat diimplementasikan secara efektif dan tidak menimbulkan kekosongan hukum atau ketidakpastian.

"Mahkamah memandang perlu memberikan tenggang waktu bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan larangan rangkap jabatan wakil menteri tersebut. Oleh karena itu, Mahkamah mempertimbangkan diperlukan masa penyesuaian dimaksud paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan," ujarnya.

Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah diharapkan mampu menata ulang struktur posisi di BUMN, termasuk penggantian pejabat yang merangkap jabatan dengan orang yang memiliki keahlian dan profesionalisme sesuai regulasi. Enny menegaskan bahwa waktu dua tahun dianggap cukup untuk melakukan penyesuaian tersebut demi memastikan keberlanjutan dan efektivitas pengelolaan perusahaan milik negara.

Tags: Revisi UU BUMN BUMN MK Rangkap Jabatan LKPN Kepentingan Publik

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan