Wakil Ketua DPR - RI Cucun Ahmad Syamsurijal saat diwawancarai soal perkembangan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Basndung, Jawa Barat, Senin (15/9/2025) sore

ICW Minta Evaluasi Total Program Makan Bergizi Gratis

23 Sep 2025 | Reynaldo Putra | Berita | Berita Nasional

ICW minta evaluasi total program Makan Bergizi Gratis yang dinilai bermasalah, termasuk ribuan kasus keracunan dan kendala distribusi.

Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini berjalan. Hal ini dikarenakan banyaknya temuan masalah, termasuk ribuan kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah sepanjang tahun 2025.

Staf Divisi Riset ICW, Eva Nurcahyani, menegaskan pentingnya evaluasi mendalam mengingat tata kelola program ini dinilai buruk, minimnya akuntabilitas, serta potensi merugikan warga yang menjadi sasaran program tersebut. "Evaluasi ini penting untuk memastikan kembali jika memang MBG ini akan dilanjutkan dengan perencanaan yang lebih matang, mekanisme dan pengawasan yang independen, dengan transparansi dan akuntabilitas anggaran, serta memastikan program ini benar-benar berlokasi pada kebutuhan warga, bukan kepentingan politik atau ekonomi," ungkap Eva di kantor ICW, Jakarta.

Baca juga: DPR RI Tetapkan RUU Transportasi Online dan Pekerja Lepas dalam Prolegnas Baru

Masalah yang Muncul Sejak Peluncuran Program

Eva menyebutkan, meskipun program MBG secara teoritis adalah langkah baik untuk mengatasi masalah gizi buruk di masyarakat, namun sejak awal peluncurannya, terdapat sejumlah persoalan. Menurutnya, dari sisi penggerakan proyek maupun distribusinya, banyak kendala yang muncul sehingga menimbulkan kerugian dan ketidakpuasan di kalangan warga.

Data ICW menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 3.594 kasus keracunan terkait MBG dari enam provinsi selama periode April hingga September 2025. Temuan ini tersebar di berbagai daerah seperti Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Sumatera Selatan, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Banten, dan Jawa Timur.

ICW yang melakukan pemantauan langsung di Jakarta selama Januari hingga April 2025, didukung juga oleh pemantauan secara daring dan posko aduan yang bekerja sama dengan sejumlah koalisi masyarakat sipil, seperti Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja), FIAN Indonesia, dan Transparency International Indonesia (TII), melaporkan adanya bukan hanya kasus keracunan saja, melainkan juga masalah kualitas makanan yang buruk, porsi yang tidak sesuai, dan keluhan dari siswa karena makanan yang hambar.

Selain aspek teknis, ICW menyoroti beban tambahan yang dihadapi guru terkait pengelolaan program ini, termasuk kehilangan alat makan siswa dan tugas administratif lain yang menyertainya.

Kekhawatiran juga muncul terkait aksesibilitas dan inklusivitas program, terutama di Sekolah Luar Biasa (SLB), di mana kebutuhan gizi siswa berbeda dengan siswa di sekolah reguler. Banyak kasus siswa dengan alergi makanan tidak terdata dengan baik, sehingga meningkatkan risiko kesehatan mereka.

ICW juga mengkritisi keterlibatan TNI dan Polri dalam pengawalan pelaksanaan program MBG yang dianggap berpotensi menciptakan militerisasi ruang sipil. Eva Nurcahyani menyatakan, "Lingkungan sekolah seharusnya menjadi ruang aman dan ramah anak, bukan tempat kontrol militer. Fenomena ini memperlihatkan militerisasi ruang sipil yang bertentangan dengan prinsip demokrasi."

Keberlanjutan program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, mengingat berbagai persoalan yang muncul dan dampaknya terhadap masyarakat. Pemerintah diharap mampu memperbaiki mekanisme dan pengawasan agar program yang bertujuan meningkatkan gizi masyarakat dapat berjalan efektif, adil, dan sesuai kebutuhan warga.

Tags: Kesehatan pendidikan pemerintah Kritik Sosial

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan