Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

KPK Ungkap Alasan Tidak Pakai Pasal Suap dalam Kasus Kuota Haji

1 jam lalu | Farrel Santoso | Berita | Berita Nasional

KPK tidak menggunakan pasal suap dalam kasus kuota haji 2024. Mereka memakai pasal kerugian keuangan negara. Penggunaan pasal tersebut memungkinkan sistem diperbaiki. Penyidikan terkait penyelewengan kuota haji 2023-2024 sedang berlangsung. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan mereka tidak menggunakan pasal suap dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Dalam kasus ini, KPK mengacu pada pasal kerugian keuangan negara untuk proses hukumnya.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, penggunaan pasal suap dinilai lebih sederhana secara proses hukum karena terbatas pada pemberi dan penerima suap.

“Misalkan si A ingin mendapatkan kuota, si B lalu memberikan kuota yang seharusnya bukan untuk si A. Nah, kemudian si A memberikan sesuatu, sejumlah uang kepada si B sebagai kompensasi atas diberikannya kuota yang bukan miliknya. Hanya sampai di situ,” ungkap Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

“Setelah membuktikan tindak pidana, si A dan si B kemudian diajukan ke pengadilan. Selesai di situ,” tambahnya.

Baca juga: Kepemimpinan PPP Diklaim Kembali Rukun Setelah Muktamar

Alasan Penggunaan Pasal Kerugian Keuangan Negara

Asep menegaskan, KPK memilih menggunakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal ini tidak hanya menuntut pelaku yang merugikan keuangan negara, tetapi juga mendorong perbaikan sistem guna menutup celah korupsi.

“Jadi berarti ada sistem yang memang harus diperbaiki. Seperti itu keuntungannya menggunakan Pasal 2, Pasal 3,” katanya.

Sementara itu, KPK tengah melakukan penyidikan terkait penyelewengan dalam penetapan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang diduga terjadi selama masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Dalam penanganan ini, KPK menduga terjadi penyimpangan dalam distribusi 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler mencapai 92 persen.

Dengan perhitungan tersebut, 20.000 kuota harusnya dibagi menjadi 18.400 untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus. Namun, kenyataannya distribusi ini tidak sesuai aturan.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” kata Asep.

“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” tambahnya.

KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1 triliun. Selain itu, tiga orang sudah dicegah ke luar negeri demi penyidikan, yaitu eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.

Tags: Korupsi KPK Kuota Haji Tipikor

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan