Koordinator Nasional (Kornas) JPPI Ubaid Matraji di Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024)

Kebijakan Makan Bergizi Gratis Dikritik Akibat Lonjakan Keracunan Anak

23 Sep 2025 | Nur Aisyah | Berita | Berita Nasional

JPPI kritik keras program Makan Bergizi Gratis akibat lonjakan kasus keracunan anak, sebut systemik dan tidak transparan

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah saat ini memerlukan evaluasi mendesak. Hal ini menyusul banyaknya laporan kasus keracunan yang meningkat di berbagai daerah di Indonesia.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengungkapkan bahwa hingga minggu lalu, jumlah kasus keracunan mencapai 6.452, berdasarkan data dari pemantau di lapangan. Data tersebut menunjukkan lonjakan signifikan sejak awal pelaksanaan program, yang ditandai dengan meningkatnya jumlah korban keracunan dari waktu ke waktu.

“Artinya lonjakan ribuan korban keracunan ini kalau tidak direm, Presiden, please, jangan main-main dengan nyawa. Mohon utamakan keselamatan anak,” ujar Ubaid saat ditemui di Jakarta. Ia menegaskan perlunya pemerintah memperhatikan aspek keselamatan dalam pelaksanaan program ini.

Keberadaan data yang diperbarui pada hari Minggu sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah korban keracunan terus bertambah, bahkan ada laporan yang menyatakan tren kenaikan mencapai seribu kasus tambahan per hari. Data terbaru menunjukkan bahwa sesungguhnya angka jumlah korban yang dilaporkan telah melewati angka 6.000.

Selain itu, Ubaid menyebutkan bahwa jumlah korban sebenarnya bisa jauh lebih tinggi karena adanya dugaan banyak kasus keracunan yang tidak dilaporkan. Hal ini disebabkan oleh praktik intimidasi terhadap sekolah, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), maupun orang tua siswa.

“Artinya yang unreported, ya ribuan lebih. Jadi yang ketahuan saja dari pemantau kami 6.452,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa di balik angka itu terdapat cerita tragis yang dialami anak-anak dan keluarganya, mulai dari tangisan akibat keracunan hingga perjuangan orang tua di rumah sakit.

“Di balik angka ini ada anak-anak yang menangis karena keracunan, ada yang berjuang mati-matian, ada orang tua yang sampai nangis-nangis di rumah sakit,” ujar Ubaid, menekankan pentingnya perhatian terhadap keselamatan anak-anak.

Ia pun mempertanyakan kebijakan pemerintah, “Saya tidak tahu Presiden butuh berapa ribu lagi korban, atau menunggu ada korban nyawa baru dihentikan.”

Baca juga: Mediasi Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ridwan Kamil dan Lisa Mariana Gagal

Analisis JPPI Terhadap Sistem Program MBG

Menurut Ubaid, terdapat lima kesalahan sistemik dalam implementasi program MBG. Pertama, program ini dinilai terlalu fokus pada target kuantitatif ketimbang kualitas, sehingga mengabaikan aspek gizi dan keselamatan anak.

Kedua, lokasi pembukaan dapur tidak memperhatikan prioritas gizi. Banyak dapur dibangun di daerah yang sudah tercukupi gizinya, sementara wilayah dengan angka stunting tinggi justru terabaikan. Ia menyoroti pentingnya pemilihan lokasi yang tepat berdasarkan data angka gizi buruk dan stunting.

“Padahal anak gizi buruk itu di mana? Kalau kita lihat antara kota, kemudian desa, daerah, kemudian wilayah terpencil, itu angka ketercukupan gizi itu jomplangnya ada di mana?” ujarnya. Ia menekankan bahwa fokus harus diarahkan pada wilayah yang membutuhkan perhatian gizi paling mendesak.

Ketiga, minimnya pelibatan pemangku kepentingan turut menjadi catatan. Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, sekolah, dan orang tua tidak dilibatkan secara aktif dalam pengawasan maupun pengambilan keputusan terkait program MBG.

Keempat, sistem pengawasan yang lemah menyebabkan sulitnya penanganan kasus keracunan secara cepat dan tuntas. Tidak adanya mekanisme pengontrolan mutu yang jelas menjadi faktor utama dalam persoalan ini.

Terakhir, aspek transparansi dan akuntabilitas program juga dipertanyakan. Ubaid menyatakan bahwa terdapat praktik meminta sekolah atau orang tua menandatangani surat pernyataan agar tidak menuntut jika terjadi keracunan.

“Ketika sistem yang dibikin oleh BGN itu tidak akuntabel, tidak transparan, tidak kredibel, maka sangat bahaya. Orang bilang, bahaya ini MBG,” tegas Ubaid.

Pengamat menegaskan bahwa tantangan besar ke depan adalah meningkatkan sistem pengawasan dan memastikan program ini benar-benar memberikan manfaat tanpa mengorbankan keselamatan anak-anak Indonesia.

Tags: Program Pemerintah Pengawasan Makanan keracunan anak kesehatan nasional

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan