Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna

Kejagung Masukkan CEO Perusahaan Asing dalam Daftar Buron Kasus Korupsi Satelit

23 Sep 2025 | Nur Aisyah | Berita | Berita Nasional

Kejaksaan Agung menetapkan CEO perusahaan asing sebagai buron dalam kasus korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan, menyoroti dugaan penyimpangan dan konflik hukum internasional.

JAKARTA - Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengumumkan bahwa CEO dari perusahaan Hungaria, Navayo International AG, Gabor Kuti, resmi menjadi daftar pencarian orang (DPO). Penetapan ini terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan user terminal untuk satelit dengan slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang berlangsung di Kementerian Pertahanan pada tahun 2016.

Gabor Kuti menjadi buron setelah tiga kali dipanggil secara resmi oleh penyidik, namun ia tidak hadir dan tidak memberikan keterangan. Penyidik juga telah dua kali memanggilnya untuk diperiksa sebagai tersangka, namun tanpa hasil yang memuaskan.

Baca juga: Polri Konfirmasi Buronan Kasus Korupsi Riza Chalid Di Malaysia

Peran dan Perkembangan Kasus

Kasus ini melibatkan sejumlah pihak penting, termasuk Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Leonardi, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan di Kemenhan dan Pejabat Pembuat Komitmen, serta Anthony Thomas Van Der Hayden, perantara dalam kontrak tersebut. Gabor Kuti sendiri dikenai status tersangka sebagai CEO Navayo International AG.

Kontrak senilai USD 34.2 juta, kemudian direvisi menjadi sekitar USD 29.9 juta, ditandatangani pada Juli 2016 oleh Leonardi untuk pengadaan terminal dan peralatan terkait. Pendanaan untuk proyek ini diduga tidak melalui proses pengadaan yang sah dan didasarkan atas rekomendasi Van Der Hayden, yang saat itu juga bertugas sebagai Tenaga Ahli Satelit Kemenhan.

Setelah kontrak, perusahaan Navayo mengklaim telah melakukan pengiriman barang ke Kemenhan dan mendapatkan empat Surat Certificate of Performance (CoP) yang menandai pekerjaan selesai. Namun, kemudian terungkap bahwa sertifikat ini disiapkan oleh Van Der Hayden dan tidak ada verifikasi apakah pengiriman barang benar-benar sudah dilakukan.

Hasil dari penerbitan sertifikat tersebut, Navayo mengajukan invoice sebagai pembayaran. Sayangnya, pembayaran tersebut terhenti karena anggaran Kemenhan untuk pengadaan satelit tidak tersedia hingga 2019. Akibatnya, Navayo mengajukan gugatan ke International Criminal Court di Singapura, menuntut pembayaran sebesar USD 23,4 juta. Dalam putusan, pemerintah Indonesia harus membayar USD 16 juta dari gugatan tersebut.

Kasus ini menunjukkan kompleksitas pengadaan alat dan teknologi di bidang pertahanan, serta maraknya praktik korupsi yang melibatkan pejabat dan perusahaan asing. Selain itu, upaya keadilan terus dilakukan meski si tersangka menjadi buron dan status kewarganegaraannya turut menjadi perhatian dalam proses hukum.

Tags: Korupsi pengadaan satelit Kementerian Pertahanan Kasus hukum Internasional pencegahan korupsi

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan