Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Penyebab Keracunan Massal Murid Cipongkor Akibat Kesalahan Teknis

24 Sep 2025 | Nur Aisyah | Berita | Berita Nasional

Keracunan massal siswa Cipongkor disebabkan oleh kesalahan teknis memasak dan distribusi makanan oleh SPPG yang baru beroperasi. Evaluasi dan perbaikan proses sedang dilakukan untuk mencegah kejadian serupa.

Ratusan siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mengalami keracunan massal setelah mengonsumsi makanan dari Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Penyebab utama kejadian ini adalah kesalahan teknis dalam proses pengolahan dan distribusi makanan yang dilakukan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menjelaskan bahwa keracunan terjadi karena SPPG memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan dalam waktu yang lama sebelum didistribusikan kepada penerima manfaat. "Keterangan awal kan menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama," kata Dadan Hindayana usai meninjau Posko Penanganan kasus dugaan keracunan di Cipongkor.

Menurut Dadan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan seluruh SPPG yang resmi beroperasi selama satu bulan terakhir. Ia menambahkan, agar kualitas makanan tetap terjaga, proses memasak harus dilakukan tidak lebih dari jam setengah dua siang, sehingga waktu antara proses memasak dan distribusi tidak melebihi empat jam. "Kita sudah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru yang beroperasional satu bulan terakhir, kemudian kita minta agar mereka mulai masak di atas jam setengah dua agar waktu antara masak processing dengan delivery-nya tidak lebih dari 4 jam," ujarnya.

Baca juga: Pidato Semangat Prabowo di PBB soal Perdamaian dan Kedaulatan Indonesia

Implementasi Pola Kerja dan Pengelolaan Waktu

Dadan juga menekankan pentingnya pola memasak dan distribusi yang tepat agar kualitas makanan tetap terjaga. Sementara itu, SPPG lama dinilai sudah menemukan ritme kerjanya, berbeda dengan SPPG baru yang masih khawatir tidak selesai memasak tepat waktu sehingga cenderung melakukan produksi terlalu dini. Untuk mengatasi hal tersebut, Dadan menugaskan SPPG baru agar memulai produksi dengan jumlah terbatas, seperti melayani dua sekolah terlebih dulu, sebelum meningkatkan volume secara bertahap.

"Oleh sebab itu, salah satu yang saya instruksikan kepada SPPG baru itu ketika memulai, mereka sudah punya daftar penerima manfaat. Katakanlah 3.500 di 20 sekolah, saya meminta agar mereka di awal-awal melayani 2 sekolah dulu,” ucapnya. “Kemudian setelah terbiasa baru naik ke 4 sekolah, setelah itu naik lagi ke 10 sekolah. Kemudian setelah bisa menguasai proses, termasuk antara masak dan delivery-nya bisa tepat waktu dengan jumlah yang tertentu, baru bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat,” tambahnya.

Baca juga: Prabowo Kembali Berpidato di PBB, Soroti Perdamaian dan Kemiskinan

Pengalaman dari Daerah Lain dan Tindakan Pencegahan

Selain keracunan di Cipongkor, Dadan menyebutkan kasus serupa pernah terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah. Di wilayah tersebut, sebelumnya operasional SPPG berjalan baik, tetapi kemudian terjadi pergantian pemasok bahan baku secara mendadak yang menyebabkan menurunnya kualitas makanan. Menanggapi hal tersebut, Dadan menegaskan bahwa pergantian pemasok harus dilakukan secara bertahap dan tidak secara drastis.

"Oleh sebab itu, kita instruksikan lagi bagi yang (SPPG) lama agar mau mengganti supplier harus bertahap. Jadi segala sesuatu tidak boleh berubah secara drastis,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa pergantian supplier dalam waktu singkat sering menimbulkan masalah dan mengurangi kualitas bahan baku yang mempengaruhi keamanan dan gizi makanan.

Dadan mengimbau seluruh SPPG agar melakukan analisis mendalam sebelum melakukan perubahan signifikan, termasuk yang terjadi di Cipongkor. Ia turut meminta agar distribusi makanan dihentikan sementara waktu agar SPPG dapat melakukan evaluasi dan memperbaiki prosesnya. "Kami juga minta setop dulu sampai mereka bisa membiasakan dan melakukan analisis mendetail terkait dengan pelayanan," ujarnya.

Evaluasi menyeluruh akan dilakukan tidak hanya di Cipongkor, tetapi juga kepada SPPG lain yang baru beroperasi, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Ia juga menegaskan perlunya perhatian khusus terhadap aspek psikologis anak-anak yang menjadi penerima manfaat. Menurut Dadan, trauma akibat keracunan harus dikelola agar anak-anak merasa aman dan percaya kembali terhadap makanan bergizi gratis.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Jawa Barat melaporkan bahwa makanan yang dikonsumsi siswa terdiri dari nasi dan lauk yang dimasak malam hari, lalu dikonsumsi keesokan harinya. Jarak waktu yang lama ini menyebabkan makanan menjadi basi, sehingga memicu keracunan massal. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti bahwa kesalahan teknis dalam proses memasak dan distribusi merupakan faktor utama dari kejadian tersebut, dan menekankan pentingnya pengelolaan waktu yang lebih ketat dalam prosedur distribusi makanan.

Tags: program nasional keracunan massal gizi anak distribusi makanan penanganan kasus

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan