Sidang uji materi UU Cipta Kerja yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta diwarnai dengan aksi protes dari warga Merauke terkait keberadaan Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa food estate di wilayah mereka. Salah satu saksi dari masyarakat setempat, Liborius Kodai Moiwend, mengungkapkan bahwa kehadiran PSN tersebut tidak dilakukan dengan prosedur yang transparan dan partisipatif, melainkan seperti masuk secara diam-diam tanpa komunikasi terlebih dahulu dengan masyarakat adat.
Dalam sidang yang digelar hari Senin, Liborius mengatakan, “Pertama kali PSN masuk tidak pernah duduk dengan tuan dusun. Mereka masuk seperti pencuri.” Sidang ini bertujuan untuk menguji kembali legalitas UU Cipta Kerja, terutama terkait dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 yang telah disahkan menjadi UU, serta memeriksa implikasi percepatan dan kemudahan dalam pelaksanaan PSN terhadap prinsip negara hukum dalam konstitusi.
Menurut Liborius, keberadaan proyek di tanah adat Papua tersebut dianggap merusak lingkungan, termasuk hutan dan lahan rawa yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat. Ia menegaskan, “PSN food estate tersebut justru merusak hutan, rawa, dan lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan warganya.” Bahkan, aktivitas pembongkaran hutan dan pengelolaan tanah dilakukan dengan pengawalan aparat TNI, tanpa memberi ruang dialog kepada masyarakat yang terdampak.
Selain merusak lingkungan, tindakan tersebut juga merampas hak masyarakat dalam mengakses sumber daya alam mereka. Liborius menambahkan, tanah yang selama ini dijaga dan digunakan masyarakat setempat secara tradisional dibongkar, sehingga mengakibatkan masyarakat tidak mampu lagi mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan pokok mereka di wilayah tersebut.
Lebih jauh, ia menyinggung kunjungan pejabat pemerintah setempat seperti Gubernur Papua Selatan dan Bupati ke lokasi PSN. Menurutnya, kunjungan tersebut menimbulkan ketidakpercayaan karena apa yang disampaikan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Mereka bilang panen raya, padahal itu bohong. Bukan panen raya, itu tipu,” katanya.
Baca juga: KPK Periksa Eks Dir Digital BRI Terkait Kasus EDC
Perspektif Berbeda dari Saksi Pemerintah
Di sisi lain, saksi dari pihak pemerintah menilai bahwa keberadaan PSN memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Salah satunya adalah Syamsuddin, warga yang awalnya menolak tetapi kini merasa lebih sejahtera setelah mendapatkan properti seperti rumah, tanah, dan sertifikat di area proyek. “Awalnya saya menolak dan ikut demo. Namun dengan adanya rumah, tanah, dan sertifikat, masyarakat kini lebih sejahtera,” ujarnya.
Selain Syamsuddin, saksi lainnya, Mohammad Utsman, menyatakan bahwa banyak warga di sekitar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik merasakan manfaat ekonomi dari proyek tersebut. Ia mengungkapkan bahwa warga yang terlibat dalam proyek, menjadi petugas keamanan, membuka usaha makanan, kos-kosan, bahkan membeli kendaraan untuk keperluan usaha, semuanya menunjukkan dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Utsman berharap agar pengembangan KEK Gresik terus berlangsung dengan lancar dan menarik lebih banyak investor guna mengurangi angka pengangguran di wilayah tersebut.
Gugatan yang diajukan terhadap UU Cipta Kerja menyoroti aspek legalitas dari percepatan dan kemudahan PSN. Para pemohon menganggap ketentuan tersebut menggadaikan prinsip dasar negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Mereka berargumentasi bahwa percepatan yang diatur dalam Pasal 3 huruf d dan frasa terkait yang ambigu dapat menyebabkan konflik sosial ekonomi dan pelanggaran hak konstitusional warga negara.
Para pemohon juga menilai bahwa norma tersebut membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan karena tidak adanya batasan operasional yang jelas dan membuka ruang bagi kepentingan politik tertentu. Beberapa pasal lain yang turut dipersoalkan meliputi Pasal 123 angka 2, Pasal 124 angka 1 ayat (2), Pasal 173 ayat (2) dan (4), serta Pasal 31 ayat (2), yang dianggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945 terkait hak rakyat atas kepemilikan sumber daya alam dan konsep kepentingan umum.
Dengan demikian, para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka berharap MK dapat memastikan penegakan hak serta tanggung jawab penyelenggara negara dalam menjalankan fungsi konstitusional untuk melindungi hak-hak warga negara secara adil dan transparan.
Tags: Papua UU Cipta Kerja Perduksi Sosial Protes Masyarakat Legalitas PSN