Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Rumah Sakit Tolak Pasien Gawat Darurat, Perlu Penegakan Aturan

24 Sep 2025 | Reynaldo Putra | Berita | Berita Nasional

Rumah sakit di Indonesia kerap menolak pasien gawat darurat yang berujung kematian, menuntut penegakan aturan dan pelayanan yang lebih baik.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago, menyampaikan keprihatinannya terkait fenomena rumah sakit yang menolak pasien dalam kondisi gawat darurat, bahkan berujung pada meninggalnya pasien. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat Panja antara Komisi IX dengan BPJS Kesehatan, Dewan Pengawas Kesehatan, Ombudsman, YLKI, dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia pada Rabu (24/9/2025).

Irma menegaskan, banyak rumah sakit yang cenderung menghindar dari risiko penanganan pasien kritis. "Banyak rumah sakit yang tidak mau ambil risiko ketika pasien datang dalam kondisi agak gawat," ujarnya. Ia menambahkan, keputusan rumah sakit untuk merujuk pasien dalam kondisi kritis sering berakibat fatal, karena terkadang pasien meninggal di tengah perjalanan rujukan. "Akhirnya apa yang dilakukan? Pasien dirujuk. Nah, pada saat dirujuk itulah di tengah jalan pasien meninggal. Ini juga banyak terjadi. Harusnya kan dirawat dulu," tegasnya.

Irma mencontohkan insiden yang terjadi di Medan, dimana seorang warga melaporkan bahwa ibunya yang masih dalam kondisi kritis dipulangkan oleh rumah sakit meski dirawat selama lima hari dan masih dalam posisi infus. "Ibunya sudah dirawat lima hari, masih dalam infus, tiba-tiba dicabut dan disuruh pulang. Saya ditelepon," katanya. Ia menambahkan, setelah marah dan menegur rumah sakit agar tidak mencabut alat infus tanpa alasan, kondisi sang ibu kembali dipasang infus, namun dua hari kemudian meninggal dunia.

Banyak kasus lain yang menunjukkan kecenderungan rumah sakit menghindari penanganan pasien yang memerlukan perawatan kompleks. Irma menyebutkan alasan umum yang dipakai adalah keterbatasan fasilitas atau peralatan medis yang tersedia di rumah sakit tersebut.

Selain itu, ia juga mengkritisi lemahnya proses diagnosis di beberapa rumah sakit. Contohnya, seorang pasien datang ke unit gawat darurat dengan keluhan sesak napas, hanya diberi obat dan dipulangkan, namun kemudian meninggal karena ternyata mengalami serangan jantung. "Penegakan diagnosis kita itu menjadi masalah. Sering kali orang meninggal dunia karena diagnosis yang salah," katanya.

Baca juga: Putusan Hakim: TPPU Tak Dijatuhi Hukuman kepada Windu Aji

Seruan Penanganan Lebih Serius dari Pemerintah dan Rumah Sakit

Irma menekankan perlunya perhatian serius dari pemerintah, BPJS Kesehatan, dan pihak rumah sakit untuk memastikan pelayanan kesehatan benar-benar mengutamakan keselamatan pasien. Ia menegaskan bahwa rumah sakit seharusnya tidak menghindar dari risiko penanganan kritis demi mengurangi potensi kerugian atau risiko hukum.

"Hal-hal yang seperti ini kan harus menjadi perhatian," tuturnya. Irma berharap, penegakan aturan dan standar pelayanan yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas layanan rumah sakit dan meminimalisasi kasus penolakan atau pengabaian terhadap pasien yang membutuhkan penanganan segera.

Kejadian ini menjadi pengingat bahwa sistem kesehatan di Indonesia perlu diperkuat, terutama dalam hal penegakan diagnosis dan standar operasional rumah sakit, guna melindungi hak dan keselamatan masyarakat di tengah situasi darurat.

Tags: Kesehatan rumah sakit pasien kritis penegakan diagnosis

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan