Pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM), Windu Aji Sutanto usai sidang pembacaan vonis TPPU di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025).

Putusan Hakim: TPPU Tak Dijatuhi Hukuman kepada Windu Aji

24 Sep 2025 | Alisha Putri | Berita | Berita Nasional

Pengadilan Jakarta Pusat menyatakan tidak menjatuhkan hukuman TPPU kepada Windu Aji dan Glenn dalam kasus korupsi dan pencucian uang ore nikel, menganggap perkara ini sebagai pengulangan dari kasus sebelumnya.

Jakarta – Majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memutuskan untuk tidak menjatuhkan hukuman terhadap Windu Aji Sutanto dan Glenn Ario Sudarto dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kasus TPPU yang dihadapi keduanya sama dengan perkara korupsi yang telah diproses sebelumnya.

Baca juga: Revisi UU BUMN Siapkan Aturan Turut Menyangkut MK

Keputusan Hakim dan Dampaknya

Dalam sidang yang berlangsung hari Rabu, Hakim Ketua Sri Hartati menyatakan, "Mengadili, menyatakan terdakwa Windu Aji Sutanto Ne Bis In Idem," usai mendengarkan amar putusan. Menurut hakim, perkara TPPU yang disidangkan ini merupakan pengulangan dari perkara tipikor sebelumnya yang sudah inkrah di tingkat kasasi, di mana hukuman terhadap keduanya telah diputuskan dan tidak bisa lagi diajukan banding atau kasasi.

Putusan ini berbeda dengan hukuman kasus korupsi yang menetapkan hukuman 10 tahun penjara untuk Windu serta 7 dan 6 tahun penjara untuk Glenn dan Direktur PT LAM, Ofan Sofwan. Selain itu, mereka juga dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan, serta Windu diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 135,8 miliar dengan ancaman dua tahun penjara jika tidak dibayar.

Baca juga: Polri Tangkap 59 Tersangka Kerusuhan dan Perusakan Fasilitas Umum

Kasus dan Kronologinya

Kasus korupsi yang menjadi dasar pertimbangan pengadilan ini berkaitan dengan penyembunyian hasil penjualan ore nikel dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, Tbk, di Blok Mandiodo-Lasolo-Lalindu. Hasil penjualan tersebut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi karena dilakukan rekayasa untuk mengaburkan asal-usul kekayaan tersebut.

Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Glenn mendirikan PT Lawu Agung Mining (PT LAM) bersama Tan Lie Pin pada Januari 2020. Glenn menjabat sebagai direktur, sedangkan Tan Lie menjadi komisaris. Windu, yang juga pemegang saham utama PT Khara Nusa Investama, membeli 1.900 lembar saham PT LAM yang bernilai Rp 1 juta per lembar, sehingga menguasai 95 persen saham perusahaan tersebut.

PT LAM merupakan bagian dari Kerja Sama Operasi (KSO) Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea yang mengelola pertambangan milik PT Antam. Penambangan dan penjualan ore nikel oleh PT LAM dilakukan secara ilegal, karena hasilnya seharusnya diserahkan langsung ke PT Antam, bukan untuk dijual ke pihak lain.

Dalam proses operasinya, Glenn disebut membeli dokumen perusahaan dari oknum tertentu dan melakukan manipulasi dokumen agar hasil penambangan tampak berasal dari sumber lain, guna mengelabui proses penjualan dan otoritas terkait. Glenn juga dikatakan meminta Tan Lie membuka rekening atas nama pihak lain untuk menampung keuntungan dari penjualan ore nikel tersebut. Perbuatan ini termasuk dalam aksi rekayasa keuangan yang bertujuan menyembunyikan sumber kekayaan.

Jumlah total penjualan ore nikel secara ilegal mencapai Rp 135,8 miliar. Uang hasil penjualan ini kemudian dikirim ke rekening atas nama orang lain yang dibuat khusus, dan sebagian besar ditarik secara tunai serta dipindahkan ke rekening PT LAM. Keberadaan dan transaksi ini diduga kuat sebagai bagian dari upaya pencucian uang dan penyembunyian asal usul kekayaan para terdakwa.

Jaksa menyatakan bahwa Glenn menginisiasi pendirian dan pengelolaan PT LAM, termasuk melakukan penjualan dan pengiriman hasil tambang secara ilegal. Hal ini sesuai dengan dokumen dan bukti yang diajukan, termasuk dokumen PT Kabaena Kromit Pratama dan PT Tristaco Mineral Makmur yang digunakan untuk melakukan manipulasi dokumen asal-usul sumber mineral.

Selain itu, Glenn diduga membuat rekening atas nama orang lain dan melakukan berbagai kontrak kerja sama dengan sejumlah perusahaan tanpa persetujuan resmi, untuk memperluas praktik illegal ini. Dana dari hasil penjualan ore nikel yang mencapai lebih dari Rp 135 miliar itu tak pernah diserahkan langsung ke PT Antam, melainkan dialihkan ke rekening-rekening yang dibuat untuk mengaburkan asal-usul kekayaan.

Secara keseluruhan, keputusan hakim ini menegaskan bahwa kasus yang dihadapi kedua terdakwa merupakan bagian dari kejadian hukum yang telah diputuskan sebelumnya dan tidak memenuhi unsur tindak pidana pencucian uang sesuai asas Ne Bis In Idem, sehingga mereka tidak dikenai hukuman TPPU dalam sidang kali ini.

Tags: Hukum Korupsi Jakarta pertambangan Nikel

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan