Anggota Komisi XII DPR RI, Beniyanto Tamoreka, mendesak pemerintah untuk mencabut izin tambang dari perusahaan yang tidak menunjukkan komitmen terhadap reklamasi pasca kegiatan tambang.
Pernyataan ini disampaikan menyusul keputusan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang mencabut 190 izin operasional bagi perusahaan tambang batu bara dan mineral.
Benyanto menegaskan, pencabutan izin sementara akan efektif jika perusahaan yang bersangkutan menyelesaikan kewajiban reklamasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Setiap perusahaan diwajibkan menyampaikan rencana reklamasi secara lengkap, meliputi aspek teknis, pendanaan, jadwal, dan pengawasan independen paling lambat dalam 60 hari.
“Apabila dalam 60 hari tidak ada komitmen dan tindak lanjut yang sesuai ketentuan, DPR meminta pemerintah melakukan evaluasi total terhadap izin perusahaan tersebut, termasuk opsi pencabutan permanen atau moratorium izin agar ada kepastian hukum dan perlindungan lingkungan,” tegas Beniyanto, dalam keterangannya, Jumat (26/9/2025).
Baca juga: Kapolri Sigit Sebut Keputusan Tidak Mundur karena Tanggung Jawab
Konteks Regulasi dan Pengawasan Pertambangan
Komisi XII DPR RI yang membidangi energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap perusahaan tambang.
Pembekuan operasional ini menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola pertambangan dan memulihkan lingkungan secara berkelanjutan.
Izin tambang bukan hanya dokumen legal untuk eksploitasi. Izin tersebut juga mengandung kewajiban moral dan hukum untuk memulihkan lingkungan terdampak tambang.
“Perusahaan tidak bisa hanya mengambil manfaat ekonomi, sementara kewajiban reklamasi diabaikan,” ujarnya, menekankan perlunya tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitar.
Beniyanto menambahkan, pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama mengawasi aktivitas tambang di lapangan.
Pengawasan ini meliputi pemantauan langsung, penggelaran audit lingkungan, dan pembukaan ruang pengaduan masyarakat agar prosesnya transparan.
Selain itu, masyarakat di sekitar lokasi tambang harus mendapatkan informasi terbaru mengenai proses reklamasi agar tidak ada celah bagi perusahaan untuk mengabaikan tanggung jawabnya.
Di daerah pemilihannya, terdapat 15 perusahaan tambang dengan izin yang dibekukan oleh pemerintah, termasuk PT Trio Kencana, PT Vio Resources, PT Anugerah Tompira Nikel, PT Citra Anggun Baratama, serta PT Luwuk Gas Sejati.
Keterlibatan perusahaan-perusahaan ini dalam pembekuan izin didasarkan pada ketidakpatuhan terhadap kewajiban jaminan reklamasi dan pascatambang sesuai regulasi Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2010 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018.
“Pengawasan di daerah-daerah ini harus diperkuat agar proses pemulihan lingkungan berjalan sesuai standar teknis dan tidak sebatas formalitas administratif,” tambah Beniyanto.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menetapkan pembekuan izin operasional 190 perusahaan tambang melalui surat dari Dirjen minerba tertanggal 18 September 2025.
Keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari peringatan yang telah disampaikan sejak Desember 2024 hingga Agustus 2025 terkait kewajiban penempatan jaminan reklamasi.
Dalam ketentuan yang berlaku, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) harus melampirkan jaminan reklamasi dan pascatambang. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, pemerintah dapat menjatuhkan sanksi mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara operasi, hingga pencabutan izin tambang.
Tags: pertambangan reklamasi izin tambang pengawasan lingkungan