Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapat alokasi besar dalam APBN 2026, naik tajam dari Rp 71 triliun menjadi Rp 335 triliun.

Pelibatan Kantin Sekolah dalam Program Makan Bergizi Gratis

11 jam lalu | Bryan Aditya | Berita | Berita Nasional

Usulan pelibatan kantin sekolah dalam program MBG muncul untuk meningkatkan kualitas makanan. Pendekatan ini diadopsi di Jepang dan China. Kantin sekolah fokus distribusi kepada siswa di lingkungan sekolah sendiri. Hal ini bertujuan mencegah risiko keracunan akibat makanan tidak segar. Pemerintah menekankan pentingnya standar keamanan dan sanitasi dalam program ini. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi menjadi syarat wajib bagi SPPG. Kasus keracunan siswa memicu penguatan regulasi dan pengawasan.).

Di tengah sorotan terhadap satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG), atau dapur Makan Bergizi Gratis (MBG), muncul usulan agar kantin sekolah dilibatkan dalam program tersebut. Usulan ini disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah, yang menginginkan kantin sekolah berperan langsung dalam distribusi MBG.

Said Abdullah menyebutkan bahwa sistem pelibatan kantin sekolah dalam penyaluran makanan bergizi telah diterapkan di Jepang dan China. Ia berpendapat, pendekatan ini lebih efektif dan dapat menjaga kualitas makanan untuk para siswa.

Berbeda dari sistem SPPG, Kantin sekolah cukup fokus mendistribusikan MBG kepada siswa di lingkungan sekolah masing-masing. Pendekatan ini diyakini mampu meningkatkan kualitas makanan dan mencegah kemungkinan keracunan yang disebabkan oleh makanan yang tidak segar.

"Cakupannya (dapur) hanya di sekolah itu saja, itu akan lebih luar biasa," ujar Said di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025). Ia menambahkan bahwa pengaturan tersebut dianggap lebih baik dibandingkan mengandalkan distribusi dari SPPG yang harus menyiapkan sekitar 3.000 porsi setiap harinya. Ia menilai beban tersebut terlalu berat dan berpotensi menurunkan kualitas makanan.

Said Abdullah mengusulkan agar kapasitas distribusi disesuaikan, misalnya menjadi 1.000 porsi per hari, dan bahkan mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan opsi mendirikan dapur MBG langsung di sekolah-sekolah. Jika langkah ini diambil, pemerintah tinggal menetapkan standar operasional dan kelaikan makanan yang disediakan kantin.

Ia menegaskan bahwa anggaran untuk program ini tetap mencukupi jika skema pelibatan kantin sekolah diimplementasikan, dan memastikan pelaksanaan yang aman dan berkualitas. Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini menyatakan, "Insyaallah cukup, sangat cukup."

Di sisi lain, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian juga menyampaikan usulan yang serupa. Ia berpendapat kantin sekolah dapat berperan sebagai dapur penyalur MBG tanpa menghilangkan keberadaan SPPG.

"Justru saya merasa sepertinya harus seperti itu (gunakan kantin sebagai dapur untuk salurkan MBG)," ujar Hetifah di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (29/9/2025). Ia menyarankan langkah ini lebih efisien untuk sekolah yang lokasinya jauh dari SPPG atau dapur utama MBG.

Salah satu dapur SPPG di Bangkalan Salah satu dapur SPPG di Bangkalan

Namun, menurut Hetifah, sebelum pelaksanaan, sekolah harus memenuhi beberapa syarat tertentu, termasuk memiliki praktik baik dalam pengelolaan makanan. Pemerintah memperhatikan aspek tersebut agar distribusi tetap aman dan berkualitas.

Baca juga: Prabowo Resmikan Akad Massal 26.000 Rumah Subsidi

Penguatan Standar dan Pencegahan Kasus Keracunan

Seiring maraknya kasus keracunan yang menimpa ribuan siswa, pemerintah kini mewajibkan SPPG atau dapur MBG memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Kebijakan ini diberlakukan menyusul lebih dari 5.000 penerima manfaat MBG yang menjadi korban keracunan sejak Januari hingga September 2025.

"Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (dulu hanya) syarat, tetapi pasca kejadian (keracunan MBG belakangan) harus atau wajib hukumnya setiap SPPG harus punya SLHS. Akan dicek, kalau enggak ada, ini akan kejadian lagi, kejadian lagi," kata Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas dalam konferensi pers, Minggu (28/9/2025).

Dia menambahkan, SPPG maupun dapur MBG diwajibkan melakukan sterilasi alat makan dan memperbaiki proses sanitasi, khususnya pengelolaan limbah. Fokus utama pemerintah adalah menjamin keselamatan para siswa sebagai penerima manfaat MBG.

"Yang paling utama adalah kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan juru masak tidak hanya dari tempat yang terjadi (keracunan), tetapi di seluruh SPPG," tegas Zulhas.

Baca juga: Dompet Dhuafa dan Pemerintah Fokus Perkuat Solidaritas Palestina

Kendala Implementasi Standar Keamanan Pangan

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari menyoroti pentingnya SLHS sebagai bukti pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan bagi SPPG. Berdasarkan data dari KSP, dari 8.583 SPPG dan dapur MBG, hanya 34 yang sudah memiliki SLHS hingga 22 September 2025. Artinya, sebanyak 8.549 SPPG belum memenuhi standar tersebut.

"Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG," ujar Qodari.

Selain itu, Qodari mengungkapkan adanya kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan berdasarkan data Kemenkes, dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang memiliki prosedur operasi standar (SOP) keamanan pangan, dan hanya 312 yang menerapkan SOP tersebut secara benar. Ia menegaskan, setiap SPPG wajib memiliki SOP dan SLHS sebagai prasyarat operasional.

Sejumlah petugas dapur SPPG di beberapa wilayah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat akan mendistribusikan makanan MBG, Kamis (25/9/2025)Sejumlah petugas dapur SPPG di beberapa wilayah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat akan mendistribusikan makanan MBG, Kamis (25/9/2025)

Tags: Keracunan Siswa Keamanan Pangan standar higiene kantin sekolah program nutrisi

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan