Mantan Presiden Republik Demokratik Kongo, Joseph Kabila, dijatuhi hukuman mati lewat sidang banding untuk kejahatan perang dan pengkhianatan. Pengadilan militer menyatakan bahwa Kabila terbukti mendukung kelompok pemberontak M23 yang telah menyebabkan kehancuran di wilayah timur negara tersebut. Kabila dinyatakan bersalah atas tuduhan pengkhianatan, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran perang termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan pemberontakan. Meski membantah tuduhan tersebut, Kabila tidak hadir untuk membela diri di sidang.
Kabila menggambarkan proses tersebut sebagai tindakan 'sepihak' dan menyebut pengadilan sebagai 'alat penindasan'. Saat ini, keberadaan Kabila tidak diketahui. Ia memimpin Kongo selama 18 tahun setelah menggantikan ayahnya, Laurent Kabila, yang tewas ditembak pada 2001. Pada 2019, Kabila menyerahkan kekuasaan kepada Presiden Félix Tshisekedi, namun hubungan mereka memburuk dan Kabila memutuskan untuk mengasingkan diri secara sukarela pada 2023. Pada April tahun ini, mantan presiden itu menyatakan keinginannya membantu mencari solusi untuk kekerasan mematikan di timur dan kemudian tiba di Goma, kota yang dikuasai M23, bulan berikutnya.
Pada Juli, Presiden Tshisekedi menuduh Kabila sebagai otak belakang kelompok M23 dan menghapuskan kekebalannya secara hukum, membuka jalan bagi proses hukum terhadapnya. Konflik yang berkepanjangan semakin memuncak awal tahun ini ketika kelompok M23 menguasai wilayah besar di timur yang kaya akan mineral, termasuk Goma, Bukavu, dan dua bandara. Bukti yang disampaikan PBB dan beberapa negara Barat menuduh Rwanda, negara tetangga, mendukung M23 dan mengerahkan ribuan pasukannya ke Kongo.
[Getty Images/BBC]
Kigali membantah tuduhan ini, dengan menyatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah konflik meluas ke wilayah mereka. Meskipun telah dicapai kesepakatan gencatan senjata antara pemberontak dan pemerintah pada Juli, kekerasan tetap berlangsung. Penindasan terhadap kelompok bersenjata terus berlanjut, dan situasi di daerah tersebut masih menjadi perhatian internasional.
Untuk menanggapi situasi ini, pengamat dan organisasi internasional menyerukan upaya diplomatik yang lebih keras dan penegakan hukum untuk mengakhiri kekerasan. Kabila, yang saat ini berada dalam keadaan buron, secara resmi dihukum mati tanpa kehadiran di pengadilan, menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai keadilan dan proses hukum di negara yang sedang mengalami ketidakstabilan ini.
Tags: politik internasional keadilan Kongo Kabila M23 konflik timur Kongo