Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) yakni Indra Utoyo sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC). Pemanggilan tersebut dilakukan pada Rabu (1/10/2025) di Gedung Merah Putih KPK.
Walaupun dipanggil sebagai saksi, Indra Utoyo juga menyandang status tersangka dalam perkara ini. KPK menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan di lokasi tersebut dan belum mengungkapkan materi apa yang akan didalami dari saksi yang hadir.
KPK juga memanggil dua saksi lainnya, yaitu Andre Santoso selaku Direktur Utama PT Integra Pratama dan Yogi Septiadi dari PT Inti Cipta Solusindo. Namun, pihak KPK belum menyampaikan rincian materi yang akan diusut dari kehadiran saksi-saksi ini.
Baca juga: Lebih dari 6.400 Orang Terdampak Keracunan Makanan Gratis
Daftar Tersangka dan Kronologi Kasus
Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait kasus ini, termasuk Indra Utoyo serta empat tersangka lain yang berasal dari berbagai perusahaan dan posisi di BRI. Mereka diduga terlibat dalam proyek pengadaan EDC Android yang bermasalah.
Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa bukti awal menunjukkan adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC yang dilakukan secara melawan hukum. Kasus ini bermula sejak 2019, ketika Elvizar, salah satu perusahaan terkait, beberapa kali bertemu dengan Indra Utoyo dan Catur Budi Harto, sehingga menyepakati kerjasama sebagai vendor pengadaan EDC bersama PT Bringin Inti Teknologi.
Perjanjian tersebut dinilai melanggar aturan karena proses pengadaan barang seharusnya melalui mekanisme lelang yang transparan dan terbuka. Pemerintah menyoroti bahwa proses pengujian perangkat EDC tidak dilakukan secara menyeluruh dan tidak diinformasikan ke vendor lain, sehingga memunculkan potensi pasar yang tertutup.
Baca juga: KPK Pindahkan 32 Kendaraan dari Kasus Pemerasan K3
Aliran Dana dan Kerugian Negara
Dalam pengakuan perkara, diketahui bahwa Catur Budi menerima dana sebesar Rp 525 juta, sepeda, serta dua ekor kuda dari Elvizar. Dedi Sunardi mendapatkan sepeda Cannondale senilai Rp 60 juta, sedangkan Rudi Suprayudi dari PT Bringin Inti Teknologi menerima uang sebesar Rp 19,772 miliar sepanjang 2020 hingga 2024.
KPK memperkirakan kerugian negara dari kasus ini mencapai sekitar Rp 744 miliar. Asep Guntur Rahayu menyebutkan bahwa kerugian keuangan negara dihitung menggunakan metode real cost dan angka tersebut adalah minimal dari kerugian yang terjadi akibat praktik korupsi ini.