Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya potensi risiko korupsi dalam pengadaan armada baru Garuda Indonesia yang bernilai sebesar 8,03 miliar dolar AS.
Hal ini disampaikan oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, saat melakukan audiensi dengan manajemen Garuda Indonesia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.
Setyo menekankan pentingnya pengalaman dari proses pengadaan di masa lalu agar tidak terjadi lagi kesalahan serupa.
“Kita harus memastikan tidak mengulang kesalahan. Pengadaan sebesar ini harus transparan, akuntabel, dan bebas konflik kepentingan,” katanya dalam keterangan tertulis yang dirilis Kamis.
Baca juga: Revisi UU BUMN Diharapkan Tingkatkan Profesionalisme Perusahaan Negara
Risiko dalam Pengadaan Armada Besar
Wakil Ketua KPK Agus Joko Pramono mengingatkan bahwa pengadaan bernilai besar rentan terhadap permainan harga, manipulasi spesifikasi, konflik kepentingan, dan gratifikasi.
Oleh karena itu, KPK akan melakukan pengawasan berlapis untuk memastikan seluruh proses sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
Senada dengan Agus, Wakil Ketua lain KPK, Ibnu Basuki Widodo, menyoroti bahaya konflik kepentingan yang dapat melemahkan independensi pengambilan keputusan dalam proses pengadaan.
Sebelumnya, negosiasi antara Garuda dan Boeing menghasilkan beberapa opsi pembelian yang berpotensi mencapai nilai transaksi sekitar 8,03 miliar dolar AS.
Proses ini melibatkan perubahan kontrak lama (PA 2158), skema deposit, serta adanya risiko tuntutan dari kreditur yang harus mendapatkan perhatian.
Garuda Indonesia menegaskan perlunya adanya payung hukum yang jelas dan rekomendasi mitigasi risiko guna menghindari masalah di masa depan.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, menyatakan pihaknya berkomitmen menjalankan seluruh proses sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku.
“Kami pastikan, setiap rupiah dalam pengadaan ini, dikelola secara bertanggung jawab. Kehadiran KPK memperkuat komitmen kami terhadap integritas,” ujarnya.
KPK menegaskan bahwa keterlibatannya bukan sekadar formalitas, melainkan sebagai langkah nyata untuk memastikan pengadaan berskala besar ini berlangsung secara transparan, akuntabel, dan bebas dari penyimpangan yang merugikan negara.