Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, meminta agar status tersangkanya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan dinyatakan tidak sah. Permohonan itu disampaikan melalui kuasa hukumnya, yang menegaskan bahwa penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung tidak sesuai prosedur dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Dalam sidang yang digelar Jumat (3/10/2025), kuasa hukum Nadiem menyatakan bahwa penetapan tersangka berdasarkan surat penetapan nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tanggal 4 September 2025 dinilai tidak memiliki kekuatan hukum karena dilakukan tanpa pemeriksaan terlebih dahulu terhadap klien. Mereka menambahkan bahwa penetapan tersangka juga tidak didukung oleh hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain itu, pihak kuasa hukum menyoroti adanya kesalahan identitas tertulis dalam surat penetapan tersangka. Nadiem disebut sebagai karyawan swasta, padahal dalam KTP-nya tercatat sebagai anggota kabinet periode 2019–2024. Mereka menegaskan bahwa kliennya tidak pernah mendapatkan keuntungan pribadi dari program digitalisasi yang berlangsung dari 2019 hingga 2022, yang mereka nilai tidak termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dan tidak memiliki struktur resmi maupun alokasi anggaran.
Baca juga: KPK Dampingi Pelaksanaan Haji dan Umrah agar Transparan dan Akuntabel
Permohonan peninjauan status hukum Nadiem
Kuasa hukum juga mengajukan permintaan agar penahanan terhadap Nadiem diganti menjadi tahanan kota atau rumah, apabila perkara ini tetap dilanjutkan ke proses penuntutan. Mereka berharap hakim dapat memberikan putusan yang adil dan seadil-adilnya atau memutus perkara berdasarkan prinsip keadilan dan hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Nadiem resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang berkaitan dengan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek. Setelah penyidikan dilakukan, Direktur Penyidikan Kejagung, Nurcahyo Jungkung, menyatakan bahwa Nadiem beberapa kali bertemu dengan perwakilan Google Indonesia, yang kemudian berujung pada kesepakatan bahwa sistem operasi Chromebook akan menjadi bagian dari pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek.
Ini bermula dari rapat tertutup via Zoom pada 6 Mei 2019 yang melibatkan Nadiem serta pejabat senior di lingkungan Kemendikbudristek, termasuk Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih. Dalam pertemuan tersebut, Nadiem mengarahkan penggunaan Chrome OS dari Google dalam proyek pengadaan alat TIK, yang kemudian diduga menyalahgunakan kewenangan para tersangka lain untuk mempengaruhi proses pengadaan hingga menyebabkan kerugian negara.
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan Stafsus Mendikbudristek Jurist Tan dan pejabat lainnya. Dugaan korupsi ini terjadi pada periode 2020-2022, dengan total anggaran mencapai Rp 9,3 triliun untuk pengadaan laptop yang disalurkan ke berbagai tingkat pendidikan di seluruh Indonesia, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Para tersangka diduga telah menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan penggunaan produk tertentu, yakni Chromebook, meskipun kajian awal Kemendikbudristek menunjukkan bahwa laptop berbasis Chrome OS memiliki sejumlah kelemahan dan tidak efektif digunakan di Indonesia.