Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani menegaskan pentingnya menghindari tumpang tindih antara regulator dan operator dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pernyataan ini disampaikan usai pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang berlangsung Kamis (2/10/2025).
Puan menekankan bahwa BUMN harus berfungsi optimal demi kesejahteraan rakyat Indonesia. "Jangan sampai terjadi tumpang tindih antara regulator dan operator," ujarnya dalam konferensi pers usai rapat paripurna.
Ia menambahkan bahwa undang-undang yang baru akan memperjelas dan memperlihatkan jalur pengelolaan BUMN secara lebih terarah. "Dengan undang-undang yang baru, mekanisme dan pengelolaan BUMN bisa lebih jelas dan terarah," kata Puan.
Revisi tersebut diharapkan dapat memperkuat fungsi dan peran BUMN dalam memenuhi amanat Pasal 33 UUD 1945, serta meningkatkan kebermanfaatan bagi rakyat secara langsung. "Implementasi di lapangan akan menjadi tolok ukur. DPR akan terus mengawasi agar perubahan ini membawa manfaat nyata bagi masa depan Indonesia," ujarnya.
Puan menambahkan bahwa undang-undang baru ini juga diharapkan mampu meningkatkan profesionalisme di kalangan BUMN. "Dengan adanya aturan yang baru nanti kita lihat bagaimana agar semuanya bisa berjalan dengan profesional dan efektif sesuai dengan semangat untuk bisa memperbaiki secara bergotong royong Indonesia ke depan," tuturnya.
Baca juga: Korban Ambruk Mushala Ponpes Al Khoziny Jadi 9 Orang
Rincian Perubahan Utama dalam UU BUMN yang Baru
Revisi ini memuat 12 poin utama yang mencakup perubahan nomenklatur dan pengaturan struktural. Pertama adalah perubahan nama Kementerian BUMN menjadi Badan Pengatur (BP) BUMN.
Selanjutnya, penegasan kepemilikan saham seri A dwi warna oleh negara pada BP BUMN. Kemudian, pengaturan mengenai komposisi saham pada perusahaan induk holding investasi dan perusahaan induk operasional di BPI Danantara.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menerima audiensi Majelis Mujadalah Kiai Kampung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025).
Poin berikutnya adalah larangan bagi menteri dan wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN, berdasarkan putusan MK Nomor 228/PUU-XXIII/2025.
Selain itu, ketentuan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang bukan merupakan penyelenggara negara dihapuskan. Pengaturan posisi dewan komisaris pada holding investasi dan holding operasional juga disusun ulang agar diisi kalangan profesional.
Aspek transparansi dan akuntabilitas keuangan ditingkatkan melalui pengaturan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada poin kedelapan, diberikan penambahan kewenangan kepada BP BUMN agar peran BUMN dapat dioptimalkan. Selanjutnya, penegasan soal kesetaraan gender dalam jabatan di BUMN agar lebih dipertegas.
Dalam hal perpajakan, diatur perlakuan pajak atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga melalui peraturan pemerintah. Pengaturan mengenai proses peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN ke BP BUMN menjadi bagian dari substansi undang-undang ini.
Revisi ini diharapkan mampu menghadirkan pengelolaan BUMN yang lebih profesional, transparan, dan efektif demi kesejahteraan rakyat serta kemajuan ekonomi nasional.
Tags: UU BUMN Kesejahteraan Rakyat Reformasi BUMN Pengawasan Keuangan