Dalam upaya memperkuat pelaksanaan reforma agraria di Indonesia, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengusulkan agar pemerintah beserta DPR membentuk lembaga khusus yang bertanggung jawab menjalankan agenda reforma agraria. Usulan ini disampaikan dalam audiensi bersama sejumlah perwakilan organisasi petani dan nelayan dengan pimpinan DPR RI serta lima menteri Kabinet Indonesia Maju di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, pada Rabu (24/9/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Dewi secara langsung menyampaikan usulan pembentukan lembaga khusus kepada Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, serta anggota Saan Mustopa dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Ia mengatakan, "Bapak Dasco, Pak Saan, Pak Cucun, kami ingin ada kelembagaan khusus untuk menjalankan reforma agraria."
Baca juga: KPK dan Kemenkeu Kerja Sama Tangani Tunggakan Pajak Rp 60 Triliun
Sejarah dan Tantangan Reformasi Agraria
Dewi mengungkapkan, usul ini sebenarnya bukan hal baru. Serupa proposal telah diajukan sejak era Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri, tetapi selalu mendapatkan penolakan. Meskipun pemerintah membentuk desk penanganan sengketa di Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), implementasi reforma agraria tetap terhambat.
Salah satu kendala utama adalah konflik agraria yang melibatkan berbagai sektor, seperti kehutanan dan pertambangan. Dewi menyebut, "Kami mengusulkan lagi di masa transisi pemerintahan SBY ke Jokowi, ditolak lagi." Ia menambahkan, "Sampai sekarang, namun terbukti bahwa kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang sekarang tidak jalan."
Hingga saat ini, hanya sejumlah sedikit agenda reforma agraria yang berhasil dilaksanakan, sementara yang lain tetap terhambat. Satgas reformasi agraria yang ada lebih sering mengadakan rapat dan membentuk GTRA di tingkat kabupaten dan provinsi tanpa melibatkan petani, nelayan, maupun organisasi masyarakat sipil yang selama ini memperjuangkan reforma agraria.
Baca juga: Presiden Prabowo Bentuk Komite Reformasi Polri, Mahfud MD Ikut Kandidat
Kebutuhan Lembaga Khusus Berotoritas dan Time Frame
Dewi menyarankan pentingnya pembentukan lembaga khusus yang memiliki otoritas ad hoc, yang bersifat sementara namun memiliki kejelasan target dan batas waktu tertentu. Ia mencontohkan, "Misalnya, kalau mau 9 juta hektare, targetnya mau dicapai dalam jangka waktu berapa?"
Menurutnya, di Indonesia saat ini tidak ada mekanisme yang menetapkan time frame yang jelas dan bersifat ad hoc. Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan yang langsung dipimpin oleh presiden untuk memastikan keberhasilan agenda reforma agraria.
Menanggapi usulan tersebut, pada akhir rapat, Wakil Ketua DPR RI menuturkan bahwa DPR akan mendorong percepatan kebijakan satu peta serta memperbaiki tata ruang nasional. Selain itu, DPR juga berencana membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelesaikan konflik agraria, yang dijadwalkan selesai pada akhir masa sidang 2 Oktober 2025. Sementara itu, Dasco menyatakan, "DPR mendorong pemerintah untuk membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria."
Tags: pemerintah Indonesia reforma agraria lembaga khusus conflict agrarian