Jakarta, DPR berkomitmen akan menindaklanjuti tuntutan dari massa buruh yang mendesak segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan. Ketua DPR Puan Maharani menyatakan, DPR melalui Komisi IX akan mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan perwakilan buruh terkait agenda tersebut.
Puan menegaskan, DPR terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak untuk mendukung proses penyusunan undang-undang yang inklusif dan partisipatif. “Kami akan membuka ruang untuk menerima masukan-masukan dari berbagai elemen masyarakat melalui RDPU yang dimulai besok, dan ini akan menjadi langkah awal dari proses yang akan terus berlanjut,” ujar Puan usai menerima perwakilan buruh di Gedung DPR RI.
Politikus yang juga merupakan Ketua DPR dari PDI-P ini menegaskan bahwa DPR mengedepankan partisipasi publik yang bermakna dalam seluruh proses legislasi, termasuk pembahasan RUU Ketenagakerjaan. “Kita bertekad untuk melibatkan masyarakat secara aktif dan konstruktif, termasuk mengundang berbagai kelompok dan elemen masyarakat dalam RDPU mendatang,” katanya.
Baca juga: Presiden Prabowo Sampaikan Pidato Bersejarah di PBB
Seruan dan Tuntutan Buruh dalam Aksi Demo
Serikat buruh menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI pada Senin (22/9/2025), menyuarakan lima tuntutan utama yang meminta keberlanjutan proses pengesahan RUU Ketenagakerjaan. Mereka juga menolak kebijakan upah murah dan sistem outsourcing yang dianggap merugikan pekerja serta menyerukan penegakan hukum yang adil oleh aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan buruh diterima langsung oleh Puan Maharani dan sejumlah anggota DPR untuk berkomunikasi langsung terkait aspirasi mereka. “Kelima tuntutan buruh mencakup pengesahan RUU Ketenagakerjaan, penolakan upah murah, penghapusan sistem outsourcing, serta dukungan terhadap Polri dalam menegakkan hukum dan tegaknya supremasi sipil,” jelas Andi Gani, salah satu perwakilan buruh.
Baca juga: DPR dan Serikat Buruh Diskusikan Kenaikan Upah 2026 dan RUU Ketenagakerjaan
Peran MK dan Peraturan Perundang-Undangan yang Relevan
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar DPR dan pemerintah membuat Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, berdasarkan putusan terkait uji materi UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan, perintah tersebut diberikan mengingat materi dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya sering diuji ke MK, dengan angka pengujian mencapai 37 kali untuk UU Nomor 13 Tahun 2003, dari mana 12 putusan di antaranya mengabulkan sebagian atau seluruhnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa materi dalam UU tersebut telah mengalami perubahan substansial, termasuk melalui revisi dengan UU Cipta Kerja, sehingga penetapan UU yang baru menjadi kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan aspek legal dan perlindungan tenaga kerja di Indonesia.
Jumlah Pengujian | Jumlah Putusan | Putusan Dikabulkan |
---|---|---|
37 kali | 12 dari 36 yang diputus | Sebagian besar dikabulkan |
Dengan langkah ini, diharapkan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi tenaga kerja, sekaligus memenuhi putusan MK untuk pembuatan UU yang baru dan komprehensif.