Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dukungannya terhadap rencana pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), yang akan dibentuk oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Meski tidak masuk dalam struktur resmi komite, KPK menegaskan pentingnya langkah ini dalam memperkuat upaya penegakan hukum terkait TPPU.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menuturkan bahwa pembentukan tim tersebut mendapatkan dukungan penuh dari lembaga antikorupsi. Ia menambahkan bahwa tindak pidana pencucian uang tak hanya dikaitkan dengan kasus korupsi, namun juga sering digunakan sebagai alat untuk memaksimalkan pemulihan aset negara melalui mekanisme asset recovery.
Baca juga: DPR Janji Tindaklanjuti Tuntutan Buruh terhadap RUU Ketenagakerjaan
Peran TPPU dalam Penegakan Hukum dan Pemulihan Aset Negara
Budi menjelaskan bahwa KPK selama ini kerap menggunakan Pasal TPPU dalam penanganan perkara korupsi dengan tujuan agar aset hasil kejahatan dapat dipulihkan secara optimal. Ia menyebutkan, penggunaan pasal ini tidak hanya berfungsi sebagai alat penalti, tetapi juga sebagai strategi pemulihan aset negara yang lebih efektif.
Salah satu contoh konkret adalah kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam kasus ini, Pasal TPPU digunakan untuk memperkuat langkah penegakan hukum dalam mengusut aliran hasil tindak pidana korupsi dan menyembunyikan hasil tersebut.
Tujuan utama dari penerapan pasal TPPU, menurut Budi, adalah untuk memastikan aset hasil kejahatan dapat dikembalikan ke negara dengan maksimal. Hal ini diharapkan tidak hanya memberi efek jera kepada pelaku, tetapi juga membantu meningkatkan keberhasilan pemulihan keuangan negara yang selama ini menjadi tantangan penting dalam proses penegakan hukum anti-korupsi.
Baca juga: Kronologi dan Alasan Sofyan Iskandar Bebas di Indonesia
Perubahan Struktur dan Peningkatan Efektivitas Komite TPPU
Pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2025 sebagai perubahan kedua dari Perpres Nomor 6 Tahun 2012. Perpres ini menegaskan bahwa Ketua Komite akan dijabat oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, yaitu Yusril Ihza Mahendra, yang menggantikan posisi sebelumnya yang dipegang oleh Menko Polhukam.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, ditunjuk sebagai Wakil Ketua dan anggota lainnya berasal dari berbagai kementerian terkait. Susunan lengkap anggota dan struktur komite tertuang dalam Pasal 5 dan Pasal 8 dari Perpres tersebut. Tim pelaksana, yang membantu jalannya koordinasi, diketuai oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan terdiri dari pejabat dari berbagai institusi terkait.
Pembentukan komite ini bertujuan meningkatkan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Melalui struktur yang lebih kuat dan sinergi antar lembaga, diharapkan penegakan hukum serta pencegahan TPPU dapat berjalan lebih maksimal, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam memberantas kejahatan keuangan lintas negara.