Divisi Hubungan Internasional Polri mengungkapkan alasan mengapa Sofyan Iskandar, warga negara Indonesia yang menjadi buronan Amerika Serikat, masih beraktivitas secara bebas di Indonesia. Penjelasan ini disampaikan oleh Brigjen Untung Widyatmoko selaku perwakilan NCB Interpol Polri dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Jakarta.
Status Hukum Sofyan Iskandar di Indonesia
Brigjen Untung mengonfirmasi bahwa Sofyan Iskandar tercatat dalam daftar Red Notice Interpol yang diterbitkan oleh NCB Washington DC sejak 2016. Saat ini, pria tersebut diketahui tinggal di Bandung dan mengelola salah satu apartemen di kota tersebut.
Selain itu, Brigjen Untung menyampaikan bahwa dakwaan terhadap Sofyan di Amerika Serikat terkait pelecehan seksual terhadap anak lelaki di California. Ancaman hukuman yang disusun oleh pihak berwenang AS adalah hukuman seumur hidup, yang menjadi pertimbangan utama mengapa proses hukum di Indonesia tidak berjalan lebih lanjut.
Alasan Hukumnya di Indonesia
Brigjen Untung menjelaskan bahwa Sofyan tidak dapat diproses secara hukum di Indonesia karena adanya asas perlindungan maksimum terhadap warga negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2015 dan 2006, negara wajib melindungi WNI dalam kondisi apapun, termasuk saat ada buronan dari luar negeri.
Selain itu, penegakan hukum di Indonesia tidak bersifat otomatis dalam kasus buronan yang masuk dalam daftar Red Notice. Pihak NCB Interpol Jakarta hanya melakukan pemantauan tertutup terhadap keberadaan Sofyan tanpa melakukan upaya paksa. Hal ini sesuai dengan aturan Interpol yang menyatakan bahwa perintah Red Notice bersifat informatif dan tidak wajib diikuti dengan tindakan penegakan hukum secara langsung.
Lebih lanjut, kasus yang menjerat Sofyan sudah kedaluwarsa dan korban tidak bersedia memberikan keterangan lagi akibat trauma. Ini berdasarkan konfirmasi dari FBI, serta atase di Kedutaan Besar AS di Jakarta dan Washington DC.
Baca juga: DPR dan Serikat Buruh Diskusikan Kenaikan Upah 2026 dan RUU Ketenagakerjaan
Peristiwa Terakhir dan Kontroversi Resiprositas
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan Sofyan terakhir kali terjadi pada tahun 2010, sehingga sudah lebih dari 15 tahun. Informasi dari pihak Amerika Serikat menyebutkan bahwa korban saat ini tidak lagi bersedia bersaksi karena trauma masa lalu. Di sisi lain, Indonesia menuding bahwa AS tidak menunjukkan komitmen resiprositas dalam proses penangkapan dan pemulangan buronan yang masuk daftar Red Notice.
Masalah ini menunjukkan ketidakseimbangan hubungan kedua negara terkait kerjasama internasional dalam penegakan hukum terhadap buronan. Saat ini, terdapat enam subyek yang diketahui berada di AS dan masih belum ada tindakan dari pihak berwenang Amerika dalam proses pemulangan.
Baca juga: DPR Janji Tindaklanjuti Tuntutan Buruh terhadap RUU Ketenagakerjaan
Rincian Kronologi dan Modus Pelaku
Menurut Brigjen Untung, tindak pidana yang dilakukan Sofyan berlangsung antara 2003 dan 2010 di California. Korban adalah anak laki-laki yang sebelumnya memiliki hubungan dekat dengan tersangka, bahkan menjadi anak angkat baptis.
Modus operandi Sofyan melibatkan pemberian hadiah dan ajakan berlibur kepada korban. Setelah itu, tersangka melakukan pelecehan seksual terhadap anak tersebut, dengan mendekati korban melalui pendekatan emosional dan hadiah.
Brigjen Untung merekomendasikan agar pelaku diserahkan melalui mekanisme ekstradisi, bukan sekadar penyerahan langsung atau kerja sama polisi-ke-polisi, untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur internasional dan memastikan keadilan.
Tags: Hukum Internasional Interpol Buronan Eks tradisi Kasus Pelecehan Seksual