Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat menyampaikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

KPK Periksa Lima Saksi Kasus Penyelewengan Kuota Haji 2024

23 Sep 2025 | Nur Aisyah | Berita | Berita Nasional

KPK memanggil lima saksi terkait dugaan korupsi distribusi kuota haji 2024, menetapkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun dan menegakkan proses hukum terhadap pelanggaran aturan distribusi kuota haji.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemanggilan terhadap lima saksi dari kalangan biro perjalanan haji dalam rangka penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait distribusi kuota haji untuk Tahun 2024. Pemeriksaan ini dilakukan di Polda Jawa Timur dan turut melibatkan pejabat serta pengusaha yang terkait langsung dengan penanganan kuota haji.

Siapa saja yang diperiksa?

Kelima saksi yang dipanggil adalah Muhammad Rasyid, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Saudaraku; RBM Ali Jaelani, dari bagian operasional PT Menara Suci Sejahtera; Siti Roobiah Zalfaa dari PT Al-Andalus Nusantara Travel; Zainal Abidin dari PT Andromeda Atria Wisata; serta Affif, selaku direktur PT Dzikra Az Zumar Wisata. Pemeriksaan tersebut berlangsung dalam rangka mengumpulkan informasi terkait kasus dugaan korupsi distribusi kuota haji untuk periode 2023 hingga 2024.

Fokus penyelidikan dan dugaan penyimpangan

Penyelidikan KPK berfokus pada dugaan penyelewengan penyelenggaraan kuota haji yang dilakukan pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, belum ada rincian materi yang disampaikan terkait pemeriksaan saksi tersebut, namun isu utama adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam pengaturan kuota haji.

Kasus ini muncul berkaitan dengan pemberian tambahan kuota sebanyak 20.000 tiket haji yang diduga melanggar ketentuan. Penyelidik menilai bahwa adanya penyimpangan dalam pembagian kuota tersebut berpotensi merugikan keuangan negara yang diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.

Baca juga: KPK Periksa Eks Dir Digital BRI Terkait Kasus EDC

Ketidaksesuaian aturan pembagian kuota

Salah satu fokus utama dalam penyelidikan adalah ketidaksesuaian antara aturan perundang-undangan dan praktik pembagian kuota oleh Kementerian Agama. Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari total kuota, sedangkan kuota reguler 92 persen.

Namun, dalam implementasinya, pemerintah diduga memutuskan pembagian kuota secara tidak sesuai aturan. Di mana, kuota tambahan 20.000 tersebut dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, sehingga distribusi ini tidak mencerminkan ketentuan persentase yang telah ditetapkan.

"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. Ia menegaskan bahwa pembagian tersebut telah melanggar ketentuan yang berlaku dan berpotensi merugikan negara.

Baca juga: Protes Masyarakat Papua Terhadap Berlakunya UU Cipta Kerja di MK

Dampak dan langkah hukum yang diambil

KPK memperkirakan kerugian negara dari kasus ini mencapai sekitar Rp 1 triliun akibat penyimpangan pembagian kuota haji. Sebagai langkah hukum, KPK telah mencegah tiga orang, termasuk mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dari bepergian ke luar negeri agar proses penyidikan dapat berjalan lancar.

Selain mantan Menteri Agama, izin perjalanan juga diberikan kepada eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur. Penegakan hukum ini menjadi bagian dari upaya KPK untuk mengungkap tuntas praktik korupsi dan penyelewengan kuota haji yang telah merugikan keuangan negara dan merusak kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.

Tags: Indonesia Korupsi KPK Kuota Haji Yaqut Cholil Qoumas

Artikel Terkait
Berita
Olahraga
Hiburan