Kontroversi terkait dugaan ijazah palsu maupun ketidakakuratan keterangan mengenai tingkat pendidikan calon pejabat publik kembali mencuat dalam dinamika politik nasional. Permasalahan ini mengungkapkan kelemahan tata kelola yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengelola dokumen pendidikan para kandidat.
Dokumen tersebut merupakan persyaratan utama dalam pencalonan pejabat publik dan menjadi tanggung jawab KPU untuk memastikan keasliannya. Hal ini mengingat ijazah adalah dokumen publik yang berbeda dari dokumen kesehatan, yang bersifat pribadi dan tidak dapat diumumkan secara terbuka.
Signifikansi Transparansi dalam Pengelolaan Dokumen Pendidikan
Transparansi terhadap dokumen pendidikan sangat penting karena menjadi salah satu indikator utama dalam menilai kelayakan seorang calon pejabat. Oleh karena itu, masyarakat berhak mengetahui dan melaporkan apabila terdapat dugaan ketidakbenaran dalam dokumen ijazah maupun surat keterangan mengenai jenjang pendidikan yang dimiliki kandidat.
KPU berkewajiban tidak menutup-nutupi arsip ijazah dan surat keterangan kesederajatan jenjang pendidikan para calon. Menurut ketentuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, dokumen tersebut termasuk dalam kategori informasi terbuka yang harus diakses publik.
Selain itu, untuk calon kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, bupati, maupun walikota, dokumen tersebut harus diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebelum akhirnya menjadi arsip nasional sebagai dasar penerbitan Surat Keputusan (SK) untuk pelantikan kandidat terpilih.
Dalam konteks tersebut, apabila masyarakat atau pihak terkait mempertanyakan keabsahan dokumen, KPU harus memberikan penjelasan secara terbuka dan transparan. Menutupi dokumen tersebut dapat memunculkan spekulasi liar yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penyelenggara pemilu.
Baca juga: KPK Dalami Dugaan Pengalihan Kuota Haji dan Alih Fungsi Dana
Kasus Pemalsuan dan Dampaknya terhadap Integritas Demokrasi
Kasus pemalsuan ijazah maupun keterangan jenjang pendidikan bukanlah hal baru. Banyak kasus yang telah terbukti di pengadilan, bahkan sejumlah pejabat rakyat harus kehilangan jabatannya akibat menggunakan ijazah palsu atau memanipulasi tingkat kesederajatan pendidikan yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Fenomena ini menandakan adanya kerusakan integritas kandidat yang rela melakukan berbagai cara agar dapat berkuasa. Untuk mencegah hal serupa terulang, KPU perlu menyusun aturan main yang lebih ketat, rinci, serta tidak multitafsir. Regulasi PKPU yang jelas akan memperkuat sistem dan menutup celah manipulasi serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Peran KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu tidak hanya sebatas teknis, tetapi juga sebagai penjaga legitimasi demokrasi. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dokumen calon harus menjadi prioritas utama.
Namun sayangnya, muncul kebijakan yang menyebut dokumen seperti ijazah dan surat keterangan jenjang pendidikan sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik, yakni melalui PKPU No. 731 Tahun 2025. Kebijakan ini bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi dan hak masyarakat dalam mengawasi proses demokrasi.
Kebijakan tersebut akhirnya dianulir, namun fakta ini menunjukkan kecenderungan KPU untuk menutup ruang transparansi yang seharusnya menjadi prinsip utama. Jika dibiarkan, langkah ini dapat menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Baca juga: TNI Tetapkan Empat Pasal untuk Tersangka Kasus Pembunuhan Bank
Langkah Menuju Pemilu yang Bersih dan Berintegritas
Keterbukaan dokumen pendidikan, terutama ijazah dan surat keterangan tingkat kesederajatan, merupakan kunci utama untuk menjaga integritas pelaksanaan pemilihan umum. Pembuat undang-undang pemilu, khususnya dalam revisi UU No. 7 Tahun 2017, diharapkan dapat mengatur hal ini secara rinci dan tegas.
KPU perlu memperbaiki regulasi PKPU dengan menutup celah hukum dan menjalankan fungsi transparansi secara maksimal. Hanya melalui langkah-langkah ini kepercayaan publik terhadap demokrasi dan independensi KPU dapat terjaga, sekaligus meneguhkan komitmen Indonesia dalam mewujudkan proses politik yang jujur, bersih, dan akuntabel.
Tags: Transparansi KPU Dokumen Pendidikan Pemilu Bersih Integritas Demokrasi