Pemerintah Indonesia menetapkan kewajiban bagi satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Kebijakan ini diberlakukan setelah lebih dari 5.000 penerima manfaat MBG menjadi korban keracunan makanan sejak Januarihingga September 2025.
Dalam konferensi pers pada Minggu (28/9/2025), Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyatakan, "Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (dulu hanya) syarat, tetapi pasca kejadian (keracunan MBG belakangan) harus atau wajib hukumnya setiap SPPG harus punya SLHS. Akan dicek, kalau enggak ada, ini akan kejadian lagi, kejadian lagi." Ia menambahkan bahwa SPPG maupun dapur MBG harus melakukan sterilisasi alat makan dan memperbaiki proses sanitasi, terutama pengelolaan limbah.
Prioritas utama pemerintah adalah menjamin keselamatan para siswa sebagai penerima manfaat MBG. Oleh karena itu, seluruh SPPG diwajibkan memiliki SLHS dan pengawasan dari kementerian/lembaga terkait dalam pelaksanaan program MBG.
Zulkifli Hasan menekankan, "Yang paling utama adalah kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan juru masak tidak hanya dari tempat yang terjadi (keracunan), tetapi di seluruh SPPG."
Baca juga: Kasus Korupsi Gas, BPH Migas Beri Teguran PT IAE
Definisi dan Tujuan SLHS
SLHS adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat sebagai bukti kelayakan higienis suatu tempat usaha, seperti restoran, rumah makan, katering, depot air minum, serta fasilitas umum lain seperti hotel dan fasilitas kesehatan. Menurut laman resmi Mal Pelayanan Publik (MPP) Sumenep, tujuan utama dari SLHS adalah memastikan bahwa operasional usaha tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat.
Melihat langsung dapur SPPG Neglasari di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).
Penilaian SLHS meliputi sejumlah aspek penting, mulai dari kondisi fisik bangunan, ventilasi, pencahayaan, ketersediaan air bersih, pembuangan limbah, hingga keberadaan toilet yang higienis. Selain itu, kebersihan dan kondisi alat yang digunakan dalam proses produksi atau layanan turut dievaluasi, termasuk kebersihan pribadi pekerja dan penggunaan alat pelindung diri (APD).
Aspek bahan baku pun menjadi bagian penilaian, mencakup kualitas serta penyimpanan bahan yang aman. Proses produksi juga dinilai dari standar higienis yang diterapkan, serta pengendalian hama guna mencegah vektor penyakit seperti serangga dan tikus.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Pentingnya Menjaga Ruang Demokrasi
Peningkatan Standar dan Data Aktual
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyoroti pentingnya SLHS sebagai syarat pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan bagi SPPG. Berdasarkan data per 22 September 2025, dari total 8.583 SPPG yang ada, hanya 34 yang telah memiliki SLHS, menunjukkan bahwa masih terdapat 8.549 SPPG yang perlu memenuhi syarat tersebut.
Qodari menekankan bahwa, "Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG." Ia juga mengungkapkan adanya kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan. Dari 1.379 SPPG yang terdata, hanya 413 yang memiliki prosedur operasi standar (SOP) keamanan pangan, sementara yang benar-benar menerapkannya hanya 312 unit.
Qodari menegaskan, setiap SPPG harus memiliki SOP dan SLHS sebagai syarat operasional utama, guna memastikan standar keamanan pangan diterapkan secara konsisten dan efektif dalam melindungi kesehatan masyarakat.